NARAKITA, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali memicu perdebatan publik. Wacananya untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos) menuai gelombang kritik dan dukungan. Kebijakan kontroversial ini mengundang sorotan luas, terutama dari kalangan umat Islam yang mempertanyakan keabsahannya.
Apa Itu Vasektomi?
Vasektomi merupakan prosedur medis kontrasepsi pada pria dengan memutus saluran sperma dari testis. Dampaknya, air mani tidak lagi mengandung sperma sehingga dapat mencegah kehamilan. Meski dinilai efektif, sifat permanen vasektomi memicu kekhawatiran etis dan agama, terutama dalam konteks menjaga keturunan.
Respons Buya Yahya
Menanggapi polemik ini, Ulama sekaligus pendakwah kondangĀ KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya memberikan pandangannya. Dalam kajian yang disiarkan di kanal YouTube Al Bahjah TV pada Selasa (6/5/2025), Buya Yahya mengapresiasi niat pemerintah untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Namun, ia juga mengingatkan agar masyarakat bijak dalam menyikapi kebijakan tersebut.
“Kalau memang ingin membuat perubahan yang baik, ayo kita dukung kebaikannya,” ujar Buya Yahya. Ia menekankan pentingnya melihat kebijakan dengan sudut pandang yang sehat dan tidak gegabah menilai buruk.
Buya Yahya juga menyarankan agar kritik terhadap kebijakan disampaikan dengan cara santun. Menurutnya, pemimpin adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Jika kebijakan dianggap kurang tepat, sebaiknya disampaikan dengan bahasa yang baik tanpa caci maki.
“Kalau ada kebijakan yang salah, jangan langsung caci maki. Sampaikan dengan cara yang bijak,” tegasnya.
Hukum Vasektomi dalam Pandangan Islam
Buya Yahya menjelaskan bahwa vasektomi yang bersifat permanen termasuk bentuk pemandulan yang tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam. Hal ini karena vasektomi memutuskan saluran sperma secara permanen, sehingga dianggap sebagai tindakan memandulkan diri.
“Jika benar itu pemandulan selamanya, maka jelas tidak diperkenankan dalam fiqih,” papar Buya Yahya.
Alternatif Edukasi Pengendalian Kelahiran
Sebagai solusi, Buya Yahya menyarankan pemerintah untuk memberikan edukasi terkait pengendalian kelahiran dengan metode yang tidak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurutnya, ada banyak metode lain yang lebih diterima dan tidak melanggar norma agama.
“Alangkah baiknya jika diberikan edukasi tentang pengaturan kehamilan dengan cara yang tidak diperdebatkan oleh ulama,” jelasnya.
Wacana ini memunculkan berbagai reaksi. Sebagian mendukung karena dianggap sebagai upaya tegas dalam mengendalikan populasi. Namun, ada pula yang menolak dengan alasan melanggar hak pribadi dan bertentangan dengan ajaran agama.
Tantangan Implementasi Kebijakan
Pemerintah Jawa Barat kini menghadapi tantangan besar dalam menyusun kebijakan yang melibatkan hak pribadi dan norma agama. Beberapa pengamat menilai, perlu ada diskusi lebih mendalam antara pemangku kebijakan, ulama, dan pakar kesehatan agar kebijakan tidak memicu konflik sosial.
Kebijakan ini juga menimbulkan dilemma, apakah efektivitas pengendalian populasi lebih penting daripada menghargai hak reproduksi? Para ahli menyarankan agar kebijakan tidak hanya berfokus pada angka, tetapi juga mempertimbangkan dimensi sosial dan agama.