NARAKITA, JAKARTA – Tarif Trump untuk Indonesia ditetapkan sebesar 19 persen, dari semula 32 persen, atau turun 13 persen setelah lobi-lobi dari pemerintah.
Dengan demikian, barang impor dari Indonesia atau barang ekspor Indonesia ke AS, dikenai tarif 19 persen.
Keputusan ini telah disampaikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Namun, benarkan tarif baru ini menguntungkan Indonesia? Sebab, kompensasinya barang-barang Amerika bebas masuk pasar Indonesia tanpa dikenai tarif alias nol persen.
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan tarif 19 persen yang diberikan Trump tidak layak disebut sebagai kabar bahagia.
Pemangkasan tarif itu justru dinilai menjadi hambatan serius bagi daya saing produk Indonesia.
“Di balik tarif ini, tersembunyi tekanan struktural yang membahayakan posisi Indonesia dalam perdagangan global,” kata Syafruddin, Rabu (16/7/2025).
Syafruddin menyebut kesepakatan ini menempatkan Indonesia dalam posisi timpang.
Ketimpangan ini membuka jalan bagi produk-produk asal AS menguasai pasar Indonesia dan menekan daya saing produk dalam negeri.
“Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, maka pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar dan ruang bagi industrialisasi nasional pun semakin menyempit,” tutur Syafruddin.
Lebih jauh, ia menyebut penetapan tarif ini bukan sekadar perjanjian dagang, melainkan paket pembelian sepihak yang melemahkan fondasi kemandirian ekonomi nasional.
“Dalam kerangka kesepakatan ini, Indonesia lebih terlihat sebagai pasar konsumtif yang pasif, bukan mitra dagang yang setara dan berdaulat,” kritik Syafruddin.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kabar itu lebih banyak risikonya bagi neraca dagang Indonesia ketimbang baiknya.
“Tarif 19 persen ini sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca dagang Indonesia. Jadi lebih banyak risikonya karena AS dapat 0 persen tarif impor ke Indonesia,” kata Bhima.
Terlebih ada kesepakatan pembelian berbagai produk Amerika oleh Indonesia. Di antaranya pesawat terbang, minyak bumi dan gas, dan lain sebagainya. (*)