NARAKITA, WASHINGTON- Emosi Donald Trump kembali meledak. Mantan Presiden Amerika Serikat itu mengancam akan menghantam negara-negara anggota BRICS, termasuk Indonesia, dengan tarif tambahan sebesar 10 persen.
Aksi ini disebut sebagai balasan atas sikap kritis BRICS terhadap kebijakan luar negeri dan perang tarif AS. Melalui unggahan di platform Truth Social, Minggu (6/7) malam waktu setempat, Trump menyebut kelompok BRICS sebagai kumpulan negara dengan agenda anti-Amerika.
Ia menuding mereka ikut-ikutan mengecam serangan AS dan Israel terhadap Iran, serta bersatu melawan dominasi ekonomi Washington. “Negara mana pun yang berpihak pada kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenakan TARIF TAMBAHAN sebesar 10%. Tidak akan ada pengecualian!” tulis Trump seperti dikutip AFP.
Ikut Terseret
Indonesia kini ikut terseret dalam pusaran konflik ini setelah resmi bergabung sebagai anggota ke-11 BRICS pada awal 2025. Ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang masuk ke dalam aliansi tersebut di tengah meningkatnya tensi antara BRICS dan Amerika.
Ancaman Trump muncul hanya beberapa jam setelah negara-negara BRICS mengeluarkan pernyataan bersama dalam KTT di Rio de Janeiro. Dalam pernyataan tersebut, mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap “langkah tarif sepihak” AS dan mengutuk serangan militer terhadap Iran, yang dilakukan oleh AS dan sekutunya, Israel.
Meskipun tidak menyebut nama negara secara langsung, isi pernyataan itu dianggap Trump sebagai serangan terselubung terhadap kebijakan luar negeri AS.
Presiden Prabowo Subianto sendiri menghadiri langsung KTT BRICS itu. Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya menyebut kehadiran Prabowo sebagai babak baru diplomasi global Indonesia.
“Masuknya Indonesia ke BRICS adalah inisiatif langsung Presiden Prabowo dan disambut dengan antusias oleh seluruh anggota. RI kini menjadi kekuatan baru di level internasional,” ujar Teddy.
Namun, langkah diplomatik ini bisa berbuntut panjang. Jika Trump kembali terpilih dalam Pilpres AS, maka Indonesia dan negara BRICS lainnya berisiko menghadapi gelombang tarif dagang baru yang bisa mengguncang ekonomi nasional. (*)