NARAKITA, PURWOREJO – Di balik kecelakaan maut yang merenggut nyawa 11 orang di Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (7/5/2025), terselip kisah haru rombongan guru SD As Syafi’iyah yang sedang menuju tempat takziah. Niat tulus mereka berakhir tragis ketika truk besar menghantam angkot yang mereka tumpangi.
Tak ada yang menyangka perjalanan penuh niat baik itu berubah menjadi duka mendalam. Para guru yang berasal dari Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, sedang dalam perjalanan untuk melayat ke rumah rekan mereka yang kehilangan orang tua. Di tengah rintik hujan, rombongan terbagi dalam beberapa kendaraan.
Salah satu mobil yang mereka gunakan adalah angkot yang kemudian menjadi korban tabrakan dengan truk Fuso. Suasana yang semula penuh obrolan ringan berubah mencekam saat tabrakan keras terjadi. Beberapa saksi mata menggambarkan, mereka mendengar suara benturan dahsyat disusul dengan jeritan meminta tolong.
Di antara korban tewas, terdapat nama-nama guru yang dikenal berdedikasi. Mereka adalah Aulia Anggi Pratiwi, Finna Mukaromah, Divya Kreswinanda, Naeli Nur Saadiyah, Isna Hayati, Siti Khur Fathonah, Naqi Umi Rohmah, Hesti Nunggraeni Rahayu, Nely Suraya, dan Mellani. Selain itu, Edi Sunaryo, sopir angkot yang turut tewas, juga dikenal selalu membantu para guru saat ada kegiatan sekolah.
Di sisi lain, suasana sekolah pun berubah hening. Para siswa yang biasanya menyambut kehadiran para guru dengan keceriaan kini hanya bisa menangis pilu. Ruang guru yang biasa ramai dengan diskusi pelajaran kini terasa kosong, meninggalkan kenangan yang begitu mendalam.
Lurah Mendut, Purwoko Adi Nugroho, mengungkapkan rasa duka yang mendalam atas kehilangan tersebut. “Mereka adalah guru-guru yang tulus mengabdi. Tak ada yang menduga niat baik takziah justru membawa mereka pada tragedi,” ujarnya dengan nada sedih.
Di antara korban selamat, terdapat Ladis (sopir truk Fuso), Paiman (pemilik rumah), Umiyatin (istri Paiman), Ayu Salwa, Mila Mudianawati, dan Sufita. Mereka masih dalam perawatan intensif akibat luka-luka yang cukup serius.
Menurut warga sekitar, para guru tersebut dikenal ramah dan sering terlibat dalam kegiatan sosial di kampung. “Baru saja kemarin mereka mengadakan bakti sosial di sekolah. Saya tidak menyangka, mereka pergi dengan cara seperti ini,” ujar Sugeng, warga Mendut.
Tak hanya warga, rekan-rekan guru dari sekolah lain juga turut berduka. Mereka menggelar doa bersama di halaman sekolah sambil menyalakan lilin sebagai tanda belasungkawa. “Mereka adalah guru-guru yang berdedikasi, kami kehilangan orang-orang terbaik,” ujar Kepala Sekolah As Syafi’iyah.
Beberapa keluarga korban masih belum percaya dengan kabar duka tersebut. Mereka menanti kepastian di rumah sakit, berharap ada keajaiban meski sudah tahu kenyataan pahit yang menunggu. “Semalam masih ngobrol tentang rencana acara sekolah, sekarang sudah tidak ada,” ujar salah satu kerabat korban.
Salah satu korban, Edi Sunaryo, dikenal selalu ringan tangan membantu para guru saat membutuhkan transportasi. “Pak Edi itu orang baik. Sering antar jemput guru kalau ada acara sekolah,” cerita Ratna, salah satu warga.
Suasana pilu menyelimuti rumah duka para korban. Tenda sederhana berdiri di halaman, tempat para pelayat datang menyampaikan belasungkawa. Tumpukan karangan bunga berjajar dengan pesan-pesan haru dari murid dan kolega.
Bagi para siswa, kehilangan guru-guru tercinta tak mudah diterima. Mereka menuliskan surat kecil berisi doa dan kenangan indah selama belajar bersama. Beberapa surat bahkan ditaruh di depan ruang guru sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Meskipun duka terasa begitu mendalam, masyarakat sekitar sepakat untuk tetap menggelar acara takziah yang semula direncanakan para guru. “Ini sebagai bentuk penghormatan atas niat baik mereka,” ujar Pak Budi, tokoh masyarakat.
Di tengah suasana duka, kisah para guru yang dikenal penuh dedikasi itu menjadi inspirasi bagi banyak orang. Mereka yang hidupnya sederhana, namun penuh makna dalam mendidik generasi muda.
Tak ada yang menyangka, guru-guru yang setiap harinya memberikan ilmu dan keteladanan, kini harus pergi dengan cara yang begitu tragis. “Mereka adalah pahlawan pendidikan. Kami akan merindukan mereka,” ujar seorang murid dengan mata berkaca-kaca.
Setelah kecelakaan itu, pihak sekolah bersama masyarakat akan mengadakan doa bersama selama tujuh hari ke depan sebagai penghormatan terakhir.
Di balik tragedi ini, muncul kesadaran akan pentingnya menghargai waktu dan kesempatan bersama orang-orang tercinta. Tak ada yang tahu kapan perpisahan akan datang.
Para guru mungkin telah pergi, namun semangat dan teladan mereka akan terus hidup dalam ingatan murid-muridnya. Mereka akan selalu dikenang sebagai pahlawan pendidikan yang gigih mengabdi hingga akhir hayat.
Purworejo berduka, namun semangat para guru akan tetap hidup dalam hati mereka yang pernah dididik dengan kasih sayang dan keikhlasan