NARAKITA, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Komisaris Utama (Komut) PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto, sebagai tersangka kasus kredit fiktif yang merugikan negara Rp692 miliar.
Eks Direktur Utama (Dirut) Sritex itu ditetapkan sebagai tersangka kretdit fiktif untuk perusahaan tekstil yang kini telah bangkrut.
Sritex dinyatakan pailit atau bangkrut oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada Kamis (24/10/2024).
Putusan itu dikeluarkan setelah perusahaan yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo itu melewati masalah utang yang menggunung.
Setelah Sritex dinyatakan pailit, Iwan Lukminto, pernah menyatakan biang kerok bangkrutnya perusahaan tekstil itu karena Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
Permendag itu dikeluarkan saat era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, peraturan itu membuat industri tekstil lokal menjadi kian menderita oleh gempuran produk impor.
“Jadi lihat saja pelaku industri tekstil ini banyak yang terkena imbasnya, banyak yang terdisrupsi terlaku dalam,” kata Iwan Setiawan Lukminto, Selasa (29/10/2024) silam.
Iwan menjelaskan, peraturan dan regulasi merupakan aspek yang penting, khususnya di tengah kondisi geopolitik yang belum sepenuhnya pulih.
Meski demikian, pihaknya menyerahkan keputusan untuk mencabut Permendag No. 8/2024, kepada pemerintah.
Pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 8 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian saat itu Airlangga Hartarto mengungkapkan revisi dilakukan karena aturan lama mengakibatkan hambatan impor.
Imbas hambatan itu, lebih dari 26 ribu kontainer berisi barang impor tertahan di pelabuhan. Dari 26 ribu kontainer itu, Airlangga merinci sebanyak 17.304 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitar 9.111 kontainer berada di Pelabuhan Tanjung Perak.
Terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tersebut juga dinilai membuat Indonesia terkena tsunami impor tekstil dari China dan berujung pada aksi demo yang digelar di Kantor Kemendag pada Juli lalu. (*)