NARAKITA, SEMARANG- Mandeknya aliran dana hibah untuk Keraton Surakarta Hadiningrat sejak 2012 bukan tanpa sebab. Dalam audiensi bersama Komisi E DPRD Jawa Tengah, Kamis (17/7), terungkap bahwa ketatnya regulasi administratif menjadi batu sandungan utama yang menghalangi keberlanjutan bantuan bagi lembaga adat tersebut.
Pengageng Sasono Wilopo sekaligus Ketua Lembaga Dewan Adat Karaton Surakarta, GKR Koes Moerdiyah Wandansari, mengungkapkan bahwa pihak keraton terakhir kali menerima hibah pada 2012 dengan nominal sekitar Rp 1 miliar, mayoritas digunakan untuk membayar honor abdi dalem.
Namun sejak itu, bantuan terhenti karena penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2011 beserta perubahannya. “Aturan tersebut mengharuskan penerima hibah berbadan hukum, memiliki program kerja yang jelas, dan menyusun laporan pertanggungjawaban secara akuntabel. Ini menjadi tantangan besar bagi kami sebagai lembaga adat tradisional,” jelas Moerdiyah dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Berlian, Semarang.
Sangat Vital
Ia menambahkan bahwa selama ini dana hibah sangat vital untuk menunjang kegiatan pelestarian budaya, termasuk operasional keraton yang banyak bergantung pada pengabdian abdi dalem.
Menanggapi keluhan itu, Anggota Komisi E DPRD Jateng, Saiful Hadi, menekankan pentingnya fleksibilitas kebijakan dalam mendukung lembaga adat. “Kami tidak ingin budaya menjadi korban dari aturan administratif yang terlalu kaku. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus melakukan kajian ulang agar hibah tetap tepat sasaran,” ujarnya.
Ketua Komisi E, Messy Widiastuti, menyatakan komitmennya untuk memfasilitasi komunikasi antara keraton dan Pemprov Jateng, dengan harapan ditemukan solusi agar pelestarian budaya tetap berjalan tanpa harus bertabrakan dengan regulasi.
Kisah terhentinya hibah ini menjadi cermin bagaimana regulasi modern belum sepenuhnya akomodatif terhadap eksistensi lembaga tradisional, yang justru memegang peran penting dalam menjaga warisan budaya bangsa. (*)