MENJELANG Idul Adha, perhatian publik biasanya tertuju pada pasar hewan kurban. Di sanalah para pedagang sibuk menawarkan kambing, domba, hingga sapi kepada para calon pembeli. Tapi di balik gemuruh pasar tradisional itu, ada dunia lain yang tak banyak diketahui: dunia sapi elite, dengan harga yang bisa membuat mata terbelalak.
Bukan sekadar hewan ternak, sapi-sapi ini dianggap sebagai aset berharga—setara properti mewah, bahkan lebih mahal dari supercar. Keistimewaan mereka bukan hanya pada ukuran tubuh atau tampilan fisik, tetapi juga warisan genetika dan reputasi keturunannya.
Salah satu yang paling menyita perhatian dunia adalah Viatina-19. Sapi betina dari Brasil ini memecahkan rekor sebagai sapi termahal di muka bumi. Angkanya mencengangkan: diperkirakan mencapai Rp78 miliar! Jika dirupiahkan, harganya bisa membeli lebih dari setengah lusin mobil Lamborghini baru.
Viatina-19 berasal dari ras Nelore, dikenal karena daya tahan tubuh dan pertumbuhan otot yang mengesankan. Tapi Viatina bukan Nelore biasa. Ia adalah puncak dari pemuliaan genetik selama bertahun-tahun, dengan struktur tubuh sempurna dan kemampuan reproduksi luar biasa.
Bagi peternak elite, sapi seperti Viatina adalah investasi jangka panjang. Setiap tetes semennya, atau anak yang lahir darinya, berpotensi menghasilkan ratusan juta rupiah. Tak heran, keamanan kandang Viatina dijaga layaknya rumah seorang selebritas—CCTV aktif 24 jam, petugas keamanan bersenjata, hingga dokter hewan pribadi.
Tak hanya Brasil yang memiliki sapi dengan harga fantastis. Jepang, negara yang dikenal dengan presisi dan kualitas tinggi, juga punya ikon kebanggaan: sapi Wagyu. Jenis Kobe dan Matsusaka termasuk yang paling eksklusif. Dagingnya dikenal dengan marbling lemak halus yang menjadikan rasa daging lembut, lumer, dan kaya rasa.
Harga seekor sapi Wagyu kualitas premium bisa mencapai miliaran rupiah. Belum lagi jika sudah diolah jadi menu mewah di restoran bintang lima—satu porsinya bisa setara gaji bulanan karyawan.
Dari India hingga Amerika Serikat, sapi Brahman juga jadi primadona. Tubuhnya besar, punggungnya melengkung khas, dan yang paling penting: tahan cuaca panas ekstrem. Sapi ini banyak diternakkan di daerah tropis hingga sub-tropis. Harga seekor Brahman kualitas unggul mencapai lebih dari Rp300 juta.
Skotlandia pun punya andalan: Black Angus. Ras yang satu ini terkenal dengan dagingnya yang bertekstur lembut dan beraroma kuat. Di pasar internasional, daging Black Angus selalu masuk daftar premium. Seekor sapi Black Angus bisa dihargai sekitar Rp192 juta.
Sementara itu, dari Texas datanglah Texas Longhorn—sapi dengan ciri tanduk melengkung panjang ke samping, bisa mencapai dua meter. Ia bukan hanya simbol budaya Amerika, tapi juga komoditas bernilai tinggi. Seekornya dibanderol sekitar Rp160 juta.
Di Inggris, sapi Devon tampil beda. Warnanya merah menyala, sehingga dijuluki “Ruby Red”. Ras ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu, dikenal karena ketahanan tubuh dan kelezatan dagingnya. Harga per ekor bisa menembus Rp95 juta, tergantung kualitasnya.
Italia pun punya jagoan: sapi Piedmontese. Ras ini punya keunikan berupa mutasi gen myostatin yang menyebabkan otot berkembang ganda—dikenal dengan istilah “double muscling”. Dagingnya rendah lemak tapi tetap empuk, menjadikannya favorit di pasar Eropa. Harganya bervariasi, namun bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Sapi-sapi ini tak hanya dibeli untuk dipotong, melainkan untuk dikembangbiakkan. Setiap keturunannya punya nilai genetik tinggi, dan biasanya hanya dijual ke peternak tertentu lewat sistem lelang tertutup.
Dalam ekosistem peternakan modern, harga sapi kini ditentukan oleh silsilah, gen, dan reputasi global. Tak heran jika peternakan elite kini menyerupai laboratorium: penuh data, analisis DNA, dan pengawasan ketat.
Menariknya, sebagian sapi dengan harga selangit ini bahkan tidak pernah dikonsumsi. Mereka dirawat seperti atlet nasional, dijaga gizinya, kesehatannya, dan bahkan emosinya. Dalam beberapa kasus, sapi elite punya pelatih khusus dan waktu istirahat yang diatur ketat.
Apa yang membuat sapi-sapi ini begitu mahal? Jawabannya adalah kombinasi antara kualitas genetika, prestise, langkanya jenis tertentu, dan permintaan pasar global. Dunia peternakan kini tak lagi hanya soal jual beli daging, tapi juga kompetisi bioteknologi dan kebanggaan kolektif.
Bagi masyarakat awam, melihat harga sapi mencapai miliaran mungkin terasa menggelikan. Tapi bagi para peternak profesional dan kolektor ternak, itu adalah konsekuensi dari seleksi, riset, dan investasi bertahun-tahun.
Dan meski kebanyakan dari kita hanya mengenal sapi sebagai hewan kurban atau sumber daging, di balik itu semua tersimpan dunia yang penuh prestise dan angka-angka luar biasa. Dunia sapi elite telah menjadi panggung baru dalam industri agrikultur modern. (*)