PRESIDEN Prabowo Subianto, memerintahkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk berkantor di Papua dengan tugas khusus, menyelesaikan Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) di Bumi Cendrawasih. Guna membantu kelancaran tugas tersebut, presiden juga memerintahkan Menteri HAM Natalius Pigai yang asli Papua untuk mendampingi Gibran selama berkantor di Papua.
Perintah tersebut memang belum resmi, dan baru diungkapkan ke media oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Sipil, Yusril Ihza Mahendra pada awal Juli 2025. Meski begitu, perintah ini akhirnya menimbulkan pertanyaan publik.
Pertanyaan pertama, soal kapasitas dan kemampuan Gibran dalam menyelesaikan masalah di Papua. Apakah Gibran mampu? Kedua, perintah ini hadir di tengah isu pemakzulan Gibran dari kursi wakil presiden. Mungkinkah ini bagian dari upaya presiden menyingkirkan Gibran dari tuntutan pemakzulan? Atau pertanyaan ketiga, mungkinkah ini strategi Presiden Prabowo mengkerdilkan peran Wakil Presiden Gibran?
Penugasan serupa juga pernah dilakukan oleh presiden sebelumnya, Joko Widodo yang tak lain ayah Wapres Gibran, kepada wapresnya saat itu KH. Ma’ruf Amin. Saat itu, melalui surat Keputusan Presiden Nomor 20 tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, Presiden Joko Widodo memerintahkan Wapres Ma’rufAamin untuk fokus mengurus Papua sebagai Ketua Dewan Pengarah yang memimpin tim.
Jangan-jangan, perintah ini memang sebagai bentuk langkahPresiden Prabowo Subianto yang meniru dan mendupilkasi gaya politik presiden sebelumnya, menyingkirkan wakilnya?
Soal kapasitas Gibran dan kemampuannya menyelesaikan masalah Papua justru malah sangat diragukan pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Menurut Juru Bicara OPM Sebby Sambon, Gibran tidak memiliki kualifikasi dan kapasitas yang cukup dalam menyelesaikan konflik di tanah Papua.
Sehingga menurutnya, tugas khusus kepada Gibran itu sebagai tugas percuma. Bukan pada tugasnya yang percuma, tetapi menjadi percuma jika yang ditugasi adalah Gibran.
“Tidak mungkin berhasil,” kata Sebby.
Di sisi lain, Sebby menyatakan apapun keputusan pemerintah pusat soal Papua, akan berakhir percuma selama perundingan tidak dilakukan. Justru langkah pemerintah Indonesia yang mengedepankan operasi militer, malah mendorong percepatan untuk Papua Merdeka. Benang kusut permasalahan di Papua, apalagi terkait dengan keamanan, harus diurai terlebih dahulu. Caranya ya berunding dengan perwakilan OPM. Jika tidak, maka masalah akam semakin rumit.
Gibran sendiri mengaku siap ditugaskan ke mana saja. Apalagi tugas itu tugas khusus dari Presiden Prabowo Subianto. Sebagai pembantu presiden, dia siap mengikuti perintah atasan.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Sipil, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, tugas tersebut merupakan penugasan khusus pertama secara resmi, oleh presiden kepada wakil presiden dalam hal penyelesaian kasus Papua. Sehingga kemungkinan besar, akan ada kantor bagi gibran di papua selama menjalankan penugasan khusus itu.
Kepala Sekretariat Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menyarakan kepada Gibran agar terlebih dahulu mengevaluasi kinerja Badan Pengarah Perceptan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang sebelumnya telah dibentuk pemerintah. Setelah itu, Gibran membentuk tim sendiri yang diisi oleh pakar, yang dapat membantyunya dalam menalankan tugas percepatan pembangunan di Papua.
Pakar tersebut harus orang-orang pilihan yang berasal dari beragam disiplin ilmu. Baik ilm sosial, kesehatan, pendidikan, politik, keamanan, hingga keagamaan. Jangan sampai, tim ini dibentuk dan dilakukan hanya demi kepentingan politis atau pencitraan semata.
[eringatan juga dilontarkan pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamaludin Ritonga. Menurutnya, penugasan tersebut memiliki resiko politik yang tinggi yang perlu diperhitungkan. Apalagi jika pihak yang mendapatkan tugas berjalan sendiri, tanpa koordinasi dengan pihak pemberi tugas.
Jika tugas untuk Gibran ini berhasil, Prabowo subianto akan dikenang sebagai bapak pembangunan dan penegak HAM di Papua. jika gagal, maka kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat bisa jadi runtuh. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun terancam. (*)