NARAKITA, SEMARANG – Pengusaha jasa konstruksi mengaku biasa memberi uang tip kepada lurah dan camat di Kota Semarang ketika sedang mengurus proyek-proyek di kelurahan maupun kecamatan.
Fakta itu terungkap di sidang lanjutan perkara korupsi Pengadilan Tipukor Semarang, Senin (5/5/2025) dengan terdakwa Hevearita G Rahayu (Mbak Ita) Wali Kota Semarang dan suaminya, Alwin Basri.
Pengusaha pemilik PT Dwi Berkah Insan Mandiri, Gatot Sunarto mengatakan, setiap menggarap proyek ada banyak potongan fee, bahkan untuk proyek setingkat kecamatan dan kelurahan.
“Istilahnya memberi tanda terima kasih untuk PPK (pejabat pembuat komitmen), itu biasa,” tuturnya.
PPK untuk proyek di kecamatan merupakan camat, sementara di kelurahan adalah lurah. “Proyek-proyek yang saya kerjakan PPK-nya camat dan lurah,” jelasnya.
Pada 2023-2024, perusahaan Gatot menggarap 35 paket pekerjaan yang tersebar di Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Candisari. Semuanya ada pemberian uang tip.
Saksi lain, Direktur PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Agung Sugiyarto juga mengungkap hal serupa. Ia juga mengakui ada pemberian tip setiap mengurus proyek di kelurahan dan kecamatan Kota Semarang.
“Setahu saya memang, apa ya, tanda jasa, gitu. Hanya sebatas untuk pembuatan kontrak kepada PPK kelurahan maupun kecamatan,” bebernya.
Pada 2023-2024, perusahaan Agung menggarap puluhan paket pekerjaan yang tersebar di Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Semarang Selatan. Nominal uang tip beragam.
“Ya sebagai ongkos jilid, biasanya Rp1 juta sampai Rp3 juta,” akunya.
Selain uang tip untuk lurah dan camat, para pengusaha di Semarang dipatok membayar commitment fee yang diduga duitnya mengalir ke Mbak Ita dan Alwin.
Berdasarkan dakwaan, Mbak Ita dan Alwin disebut menerima gratifikasi senilai Rp2 miliar dari hasil pengondisian proyek-proyek penunjukan langsung di kelurahan dan kecamatan se-Kota Semarang.
Selain itu, keduanya juga melakukan korupsi dengan modus lain. Jika ditotal, Mbak Ita dan Alwin menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp9 miliar. (*)