NARAKITA, JAKARTA – Polisi menangguhkan penahanan mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS.
Mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) itu ditangkap dan sempat ditahan polisi karena mengunggah meme foto ciuman antara Presiden Prabowo dan Joko Widodo (Jokowi).
“Penangguhan penahanan ini diberikan tentu mendasari pada aspek atau pendekatan kemanusiaan dan memberi kesempatan yang bersangkutan untuk melanjutkan perkuliahannya,” ujar Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Bareskrim Polri, Minggu (11/5/2025) malam.
SSS ditahan sejak 7 Mei lalu setelah ditangkap penyidik. Ia disangka melanggar melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
SSS dijerat Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Truno menyebut, penyidik juga mempertimbangkan penyesalan SSS, iktikad baiknya, dan permohonan maaf mereka kepada Jokowi dan Prabowo.
Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Institut Teknologi Bandung Nurlaela Arief, menyatakan berterima kasih kepada berbagai pihak, terkait penangguhan penahanan ini.
Menurutnya, ITB akan melanjutkan proses pembinaan akademik dan karakter terhadap yang bersangkutan.
“ITB berkomitmen untuk mendidik, mendampingi dan membina mahasiswi tersebut untuk dapat menjadi pribadi dewasa yang bertanggung jawab, menjunjung tinggi adab dan etika dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi, dengan dilandasi nilai-nilai kebangsaan,” kata Nurlaela.
ITB, kata Nurlaela, terus melakukan segala upaya untuk terciptanya atmosfer akademik yang sehat dan berkualitas, tetap memberi ruang bagi kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi, melakukan kajian kritis.
“Namun tetap sopan, beretika dan bertanggung jawab,” sambungnya.
Praktik pembungkaman kritik
Amnesty International Indonesia menilai meme Presiden Prabowo dan mantan presiden Joko Widodo berciuman merupakan bentuk kebebasan berekspresi.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, penangkapan mahasiswi tersebut menunjukkan polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital.
āKali ini dengan menggunakan argumen kesusilaan,ā katanya.
Usman mengatakan, penangkapan ini bertentangan dengan semangat putusan terbaru MK yang menyatakan keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana.
Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik.
Usman mengatakan, meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan.
Lembaga negara, termasuk presiden, bukan suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia.
Untuk itu, kata Usman, Polri harus segera membebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK.
Negara tidak boleh anti-kritik, apalagi menggunakan hukum sebagai alat pembungkaman.
Ia menegaskan, penyalahgunaan UU ITE ini merupakan taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik. (*)