NARAKITA, SEMARANG – Di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip) ternyata ada aturan yang menindas junior.
Aturan yang dimaksud berupa Pasal Anestesi dan Tata Krama Anestesi sebagaimana terungkap dalam sidang kasus bullying mahasiswa PPDS Undip, di PN Semarang, Senin (26/5/2025).
Jaksa Penuntut Umum Sandhy Handika mengatakan, Pasal Anestesi terdiri dari beberapa pasal yang wajib dihapal dan dilaksanakan seluruh mahasiswa junior ke seniornya.
Pasal tersebut meliputi:
1. Senior selalu benar
2. Bila senior salah, kembali ke Pasal 1
3. Hanya ada ‘ya’ dan ‘siap’
4. Yang enak hanya untuk senior
5. Bila junior dikasih enak, tanya kenapa
6. Jangan pernah mengeluh, karena semua pernah mengalami
7. Jika masih mengeluh, siapa suruh masuk anestesi.
Kemudian, ada Tata Krama Anestesi yang juga wajib dilakukan para junior di lingkungan PPDS Undip.
Aturan tata krama itu berisi:
1. Selalu ucapkan izin jika bicara dengan senior
2. Semester nol (semester awal) hanya boleh bicara dengan semester 1
3. Dilarang keras bicara dengan semester di atasnya kecuali senior yang bertanya langsung
4. Haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat di atasnya.
Jaksa Sandhy mengatakan, Pasal dan Tata Krama Anestesi tersebut berulangkali disampaikan didoktrin oleh terdakwa Zara Yupita Azra selaku mahasiswa senior PPDS. Juga diamini oleg pejabat prodi.
Menurut jaksa, senioritas di PPDS Anastesi Undip merupakan bentuk intimidasi kepada juniornya. Dalam hal ini, junior tidak berani menolak karena takut karirnya terancam.
“Penolakan terhadap aturan tersebut akan berdampak terhadap akademik para dokter junior,” beber Jaksa.
Dalam praktiknya, senioritas PPDS Undip tidak hanya berupa verbal, melainkan tindakan nyata.
Mahasiswa junior dipaksa iuran hingga tak jarang mereka dihukum secara fisik jika melakukan kesalahan. (bae)