NARAKITA, DEMAK – Baru-baru ini sebuah video mengejutkan mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Di tengah pelaksanaan ujian akhir semester, seorang guru di Demak justru mencoreng makna pendidikan dengan tindakan yang tidak pantas—menendang kepala muridnya sendiri dari atas meja.
Peristiwa ini terjadi di salah satu SMP Negeri yang terletak di Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Guru berinisial DM, pria berusia 58 tahun, kini harus berurusan dengan pihak berwajib setelah tindakannya tersebar luas melalui media sosial.
Dalam video yang viral, tampak DM naik ke atas meja dan melepaskan dua tendangan ke arah kepala seorang siswa kelas VII berinisial GAM (13). Sontak, video itu mengundang kemarahan publik dan membuat banyak pihak mempertanyakan kondisi mentalitas pendidik saat ini.
Kejadian ini berlangsung pada Selasa, 10 Juni 2025. Saat itu, DM sedang bertugas sebagai pengawas ujian di kelas tempat GAM mengikuti ujian. Situasi yang awalnya tenang berubah ketika terdengar suara siulan dari dalam ruangan.
Kasatreskrim Polres Demak, AKP Kuseni, menjelaskan bahwa DM mencoba mencari tahu sumber suara siulan yang dianggap mengganggu jalannya ujian. Pelaku kemudian mendekati GAM, yang duduk di bagian depan kelas, dan mulai menginterogasinya.
GAM pun menjawab bahwa siulan itu bukan berasal darinya, melainkan dari luar kelas. Tak puas, sang guru kemudian naik ke atas meja untuk mengintip keluar melalui ventilasi. Namun, setelah menelusuri arah suara, DM tak menemukan satu orang pun di luar ruangan.
Ketegangan meningkat saat DM kembali menanyakan hal yang sama. GAM tetap bersikukuh bahwa dia bukan pelaku siulan. Namun jawaban itu justru membuat sang guru naik pitam dan langsung menendang kepala GAM dua kali, tanpa peringatan apa pun.
Aksi kekerasan itu sontak menjadi viral dan menuai kecaman. Setelah video menyebar, pihak keluarga korban segera melaporkan insiden tersebut ke kepolisian.
Tak butuh waktu lama, Satreskrim Polres Demak langsung mengamankan DM. Dalam pemeriksaan awal, DM mengakui semua perbuatannya dan menyatakan penyesalan yang mendalam atas tindakannya.
“Ya, pelaku mengaku menyesal dan siap bertanggung jawab atas tindak kekerasan terhadap siswanya,” terang AKP Kuseni dalam rilis tertulis pada Rabu malam, 11 Juni 2025.
Kasus ini kini dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Pihak kepolisian memastikan bahwa semua proses hukum akan berjalan secara adil dan profesional.
“Kami akan menangani kasus ini secara objektif. Kepentingan korban menjadi prioritas utama kami,” lanjut Kuseni.
Sementara itu, pihak keluarga korban masih mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil. Mereka diberi ruang untuk memutuskan apakah kasus ini akan dibawa ke jalur hukum atau diselesaikan secara kekeluargaan.
Terlepas dari bagaimana akhir kasus ini nanti, publik sudah terlanjur dibuat geleng-geleng kepala. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat mendidik dan melindungi, justru menampilkan sisi gelapnya lewat tindakan guru yang kehilangan kendali.
Peristiwa ini kembali menjadi pengingat bahwa pembinaan mental dan etika guru tak kalah penting dari kompetensi akademik. Karena tanpa kontrol emosi, pendidikan bisa berubah menjadi sumber trauma.
Kini, masyarakat menunggu sikap tegas dari Dinas Pendidikan dan pihak sekolah. Apakah akan ada evaluasi menyeluruh? Ataukah kasus ini hanya akan berakhir sebagai berita viral sesaat?
Yang pasti, kejadian di Demak ini menyisakan luka dan pertanyaan besar. Apakah kita masih bisa percaya bahwa ruang kelas adalah tempat yang aman bagi anak-anak kita? (*)