NARAKITA, JAKARTA – Putusan Makhamah Konstitusi (MK) terkait pelaksanaan pemiliahn umum (Pemilu) masih menuai kontroversi.
Sebagian kalangan menyorot kewenangan MK yang dinilai telah membuat Undang-Undang Dasar (UUD) baru.
Partai Nasdem menjadi salah satu partai politik yang menyorot hal itu setelah MK memutuskan untuk memisah pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya berharap agar MK tidak menjadi lembaga yang membuat Undang-Undang Dasar (UUD) baru lewat putusan-putusannya.
“Jangan kemudian, quote unquote, MK membuat undang-undang dasar baru. Ini yang kita tidak inginkan,” ujar Willy, Selasa (8/7/2025).
Willy menjelaskan, pemilihan DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali yang diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.
Namun putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 justru mengusulkan agar pemilihan anggota DPRD dilaksanakan berbarengan dengan pilkada yang digelar paling cepat dua tahun setelah pelantikan presiden/wakil presiden.
Atas hal tersebut, ia meminta MPR sebagai pembentuk UUD untuk menjelaskan tafsir dari putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, agar tak terjadi kebuntuan dalam sistem kepemiluan di Indonesia.
“Kami mendorong MPR memberikan original intent dari apa yang sudah diputuskan oleh MK ini. Jangan kemudian kita terjadi deadlock penafsiran terhadap apa yang sudah diputuskan oleh MK,” ujar Willy.
Lanjutnya, DPR saat ini membutuhkan pijakan legal dalam menindaklanjuti putusan MK itu, Sebab, memisahkan pemilu nasional dan daerah akan berdampak terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk konstitusi itu sendiri.
“Sebelum DPR jalan membuat peraturan pendahuluan, UU khususnya untuk pemilu, kami ingin mendorong MPR memberikan penjelasan, keterangan, original intent dari masalah putusan MK yang terjadi,” ujar Willy.
Partai Nasdem sendiri sudah menyatakan sikap resminya terhadap putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 pada Senin (30/6/2025).
Sikap resmi Partai Nasdem tertuang dalam sembilan poin pernyataan. Dalam poin ke-2, Partai Nasdem menilai bahwa pelaksanaan putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 dapat menimbulkan krisis konstitusional.
“Sebab, apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi. Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali,” ujar anggota Majelis Tinggi DPP Partai Nasdem Lestari Moerdijat membacakan sikap resmi Partai Nasdem, Senin (30/6/2025).
Dalam poin ke-3, Partai Nasdem menyorot MK yang memasuki dan mengambil kewenangan legislatif yang merupakan ranah DPR serta pemerintah.
“MK telah menjadi negative legislative sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi,” ujar Lestari. (*)