NARAKITA, JAKARTA – Isu korupsi mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Kali ini, proyek digitalisasi pendidikan yang dijalankan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019–2023 tengah disorot. Proyek yang menyangkut pengadaan lebih dari satu juta unit laptop Chromebook itu kini dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Mantan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, akhirnya angkat bicara. Dalam keterangannya di Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025), ia menegaskan bahwa seluruh proses pengadaan telah dijalankan dengan prinsip transparansi serta melibatkan berbagai lembaga pengawasan.
“Sejak awal, kami sangat memahami risiko besar dari proyek berskala besar seperti ini. Oleh karena itu, prosesnya dikawal ketat, termasuk oleh BPKP dan Jamdatun,” ucap Nadiem.
Menurutnya, dalam proses pengadaan tidak ada intervensi langsung dari kementerian dalam penunjukan vendor ataupun penetapan harga. Semua prosedur diklaim telah mengikuti ketentuan e-katalog dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“Tujuannya jelas, untuk menghindari konflik kepentingan. Vendor tidak ditunjuk langsung, semua dilakukan melalui mekanisme yang terbuka,” ujarnya.
Nadiem juga menyebut, pendampingan hukum dari Kejaksaan Agung dimulai sejak awal proyek. Jamdatun disebut telah memberi surat resmi pendampingan pada 24 Juni 2020. Bahkan, kementeriannya melakukan konsultasi dengan KPPU untuk memastikan tidak ada praktik monopoli.
“Semua jalur formal telah kami tempuh. Kami terbuka pada audit dan pendampingan dari berbagai lembaga negara,” jelasnya lagi.
Namun, Kejaksaan Agung tetap melanjutkan penyidikan. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa ada dugaan kuat soal persekongkolan dalam pengadaan peralatan TIK tersebut. Salah satunya adalah arahan untuk mengutamakan sistem operasi ChromeOS, padahal uji coba sebelumnya dianggap belum menunjukkan hasil maksimal.
“Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jaringan internet di banyak daerah belum mendukung perangkat Chromebook secara optimal. Tapi proyek tetap dilanjutkan,” kata Harli dalam konferensi pers (26/5/2025).
Dalam penyelidikan, penyidik Kejagung telah melakukan penggeledahan di dua lokasi, yakni Apartemen Kuningan Place dan Ciputra World 2. Dari sana, sejumlah dokumen penting serta barang bukti elektronik telah disita.
Nama dua mantan staf khusus Nadiem, Fiona Handayani dan Juris Stan, turut mencuat dalam kasus ini. Keduanya kini dicekal untuk kepentingan penyidikan.
Harli menambahkan bahwa dari total anggaran sebesar Rp9,9 triliun, sekitar Rp3,5 triliun digunakan melalui pendanaan langsung satuan pendidikan, sementara sisanya didistribusikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Uji coba penggunaan Chromebook sudah pernah dilakukan pada 2019, dan hasilnya kurang efektif. Tapi pengadaan tetap dilanjutkan, dan ini jadi sorotan utama penyidik,” ungkap Harli.
Hotman Paris, kuasa hukum Nadiem, menegaskan bahwa proyek ini telah melalui audit dan tidak ditemukan pelanggaran. Ia juga menyebut bahwa keterlibatan berbagai lembaga pengawas menjadi bukti kehati-hatian dalam pengelolaan proyek.
“APBU, BPKP, Jamdatun—semuanya sudah dilibatkan. Kalau masih ada yang dipersoalkan, ya kita hormati proses hukumnya,” kata Hotman.
Kejagung juga memastikan bahwa penyidikan akan dilanjutkan dengan memilah temuan-temuan yang sudah ditangani oleh lembaga lain, termasuk Kejaksaan Tinggi Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sempat menyentuh isu serupa.
Nadiem sendiri menyatakan keterkejutannya atas perkembangan kasus ini. Namun ia tetap optimistis bahwa proses hukum akan membuktikan upaya yang telah dilakukan untuk menjaga integritas proyek tersebut.
“Saya harap publik memahami, bahwa setiap tahapan dalam pengadaan ini telah kami upayakan sebaik mungkin agar sesuai aturan dan terhindar dari penyalahgunaan,” tutupnya. (*)