NARAKITA – Muhammadiyah bersikap berbeda dengan arus mayoritas yang menyambut menyambut hangat putusan Mahkamah Konstotisui (MK) tentang pendidikan dasar gratis. Mayoritas masyarakat menyambut baik putusan tersebut, dengan harapan pendidikan dasar semakin terjangkau untuk semua lapisan.
Muhammadiyah melihat dari sisi sebaliknya. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyatakan menolak putusan MK yang mengamanatkan pendidikan dasar gratis dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat.
Dalam pernyataan terbukanya, Haedar terang-terangan mengakui Muhammadiyah tak setuju putusan tersebut. Bahkan, menimbang untuk mengajukan judicial review atau gugatan atas putusan itu.
Namun, Muhammadiyah akan memantau terlebih dahulu implementasi putusan MK tersebut di lapangan. Haedar menegaskan bahwa jika putusan tersebut berdampak buruk, Muhammadiyah akan siap untuk mengambil langkah hukum.
“Jika ada hal-hal yang berdampak buruk, maka baru kami ambil kebijakan. Kami tidak tergesa-gesa; kami berpandangan agar ke depan semua dilakukan dengan saksama,” ujar Haedar, kepada wartawan saat ditemui di TK ABA Semesta di Ambarketawang, Gamping, Sleman, pada Selasa (3/6).
Haedar menegaskan, penolakan ini didasarkan pada berbagai pertimbangan yang mendalam.
Haedar berharap agar para perancang konstitusi dan pembuat kebijakan di sektor yudikatif, legislatif, dan eksekutif dapat memahami semangat pendiri bangsa yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Haedar khawatir putusan MK itu dapat mematikan sekolah swasta.
Oleh karenanya, ia menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan pendidikan.
“Kalau kemudian melakukan kebijakan misalkan seperti hasil MK kemarin, itu ya harus saksama yang dasarnya.”
“Jangan sampai mematikan swasta yang sama dengan mematikan pendidikan nasional,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan kemampuan finansial negara dalam mengakomodasi pendidikan swasta, mengingat pemerintah hanya mengalokasikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan.
Apakah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) diberi anggaran cukup untuk menanggung seluruh lembaga pendidikan swasta?
“Kalau negara harus bertanggung jawab seutuhnya terhadap seluruh lembaga pendidikan swasta, apakah sanggup? Oke, normatifnya dua puluh persen, tetapi kan tersebar di banyak institusi negara,” tuturnya.
Haedar menambahkan bahwa sekolah swasta cenderung ingin berkembang dan beradaptasi dengan cepat.
Ia menyarankan agar pemerintah memberikan keleluasaan kepada pendidikan swasta untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan di negara.
“Beri keleluasaan, apalagi kan ada fenomena di mana sekolah negeri saja diberi badan hukum.”
“Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan usaha atau bisnis di bawah badan pendidikan, padahal itu negara,” jelasnya. (*)