Literasi Desa Tumbuh bukan hanya tentang buku dan perpustakaan. Ini adalah cerita tentang ibu-ibu yang menemukan suara, tentang anak-anak yang menemukan mimpi, dan tentang desa yang percaya pada potensi dirinya sendiri.
DI TENGAH gegap gempita digitalisasi dan percepatan urbanisasi, sebuah oase gerakan literasi tumbuh dari dusun kecil di pinggir barat Yogyakarta. Dusun Betakan, Desa Sumbersari, Kecamatan Moyudan, Sleman, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, kini menjadi rumah bagi inisiatif yang mengusung harapan besar: Yayasan Literasi Desa Tumbuh (LDT).
Didirikan pada Juli 2024 oleh pasangan Desy Ery Dani, mantan dosen Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro, dan Noor Huda Ismail, peneliti dan pembuat film dokumenter yang kini menjadi visiting fellow di RSIS NTU Singapura, LDT muncul dari kepedulian akan rendahnya akses literasi anak-anak desa terhadap buku bacaan yang berkualitas.
“Awalnya saya hanya ingin membuat perpustakaan kecil di samping garasi rumah keluarga, agar anak-anak bisa membaca buku seperti anak-anak di kota,” kata Desy yang kini menetap di Singapura bersama keluarganya.

Namun sang suami menyarankan agar gagasan sederhana itu dikembangkan menjadi gerakan yang lebih luas. Dari situlah lahir LDT—sebuah yayasan yang menggabungkan semangat literasi, pemberdayaan perempuan, penguatan komunitas, dan keberlanjutan.
Dengan menempati lahan seluas 1.800 meter persegi, LDT bukan sekadar perpustakaan, melainkan sebuah ruang hijau edukatif berbasis komunitas yang mengusung pendekatan green place making. Filosofi ini menjadikan literasi tidak hanya sebatas urusan membaca dan menulis, melainkan proses hidup bersama secara sadar terhadap lingkungan, budaya, dan manusia lain.
LDT mengembangkan kegiatan yang terbagi dalam beberapa ruang tematik: Ruang Baca, Ruang Seni, dan Ngobrol Bareng, yang kesemuanya saling terhubung secara fisik dan konseptual. Pendekatan ini memungkinkan literasi hadir dalam berbagai bentuk dan media: dari lembaran buku, alunan angklung, hingga aroma kue tradisional dari pawon desa.
Selama satu tahun pertama perjalanannya, LDT telah menggelar berbagai kegiatan, antara lain:
- 53 sesi Ruang Bacabersama anak-anak
- 6 pementasan angklung anak-anak
- 6 pementasan angklung ibu-ibu
- 7 pementasan tari tradisional
- 6 sesi diskusi terbuka dengan tema seputar keluarga, kesehatan mental, hingga profesi masa depan
Perempuan, Pangan, dan Perubahan
Salah satu pijakan kuat LDT adalah pemberdayaan perempuan desa. LDT melihat peran perempuan tidak hanya sebagai pendamping, tapi juga agen perubahan yang strategis. Untuk itu, LDT menghadirkan program-program yang berfokus pada penguatan kapasitas perempuan, khususnya di bidang ekonomi keluarga dan ketahanan pangan.
Dalam rangka perayaan ulang tahun pertama, LDT berkolaborasi dengan Bola Deli menyelenggarakan Workshop Jajanan Pasar Berbasis Tepung Beras, diikuti oleh lebih dari 30 ibu-ibu dari sekitar dusun. Program ini bertujuan menggali potensi lokal berupa kuliner berbasis tepung tradisional, sekaligus memperkenalkan keterampilan baru yang bisa dikembangkan menjadi produk ekonomi kreatif.
“Bola Deli mendukung pelestarian warisan kuliner Nusantara melalui dapur literasi ini. Ibu-ibu adalah penjaga pangan sekaligus pilar ekonomi keluarga. Literasi kuliner seperti ini menjadi bagian penting dari ketahanan pangan masyarakat,” ujar Chef Joko dari Bola Deli.
Kegiatan ini juga melibatkan mahasiswa dari Poltekpar NHI Bandung, Nasya dan Arini, yang memberikan pelatihan pengolahan patiseri tradisional. Dengan hadirnya pihak swasta dan lembaga pendidikan tinggi, sinergi antara pengetahuan, pasar, dan komunitas mulai tumbuh secara sehat.
Dari Literasi Desa Tumbuh kita belajar, suara dari pinggiran tak selalu harus “dipinggirkan”, terkadang yang disemai dari pinggiran justru menjadi inspirasi dan oase sebuah langkah besar perjuangan. (*)