ADA yang berbeda dari lanskap perkampungan di Subang. Bukan sekadar asri atau sejuk, tapi kampung ini membawa wajah estetika baru yang tak hanya memikat mata, tetapi juga hati.
Namanya Lembur Pakuan, sebuah perkampungan bernuansa budaya Sunda yang kini menjelma menjadi destinasi wisata baru yang diburu banyak orang.
Terletak di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Lembur Pakuan sejatinya adalah kampung halaman Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi—sosok yang akrab disapa KDM.
Sejak dilantik kembali sebagai gubernur pada akhir Februari 2025, nama kampung ini kian menggema, bukan hanya di telinga warga Jawa Barat, tapi juga menyeberang ke berbagai penjuru tanah air.
Lembur Pakuan bukan tempat biasa. Ia adalah potret keharmonisan antara budaya, keindahan alam, dan penataan ruang yang penuh cinta. Setiap gang dihiasi gapura bernuansa Sunda yang mengingatkan pada suasana Bali, namun tetap dengan identitas lokal yang kuat. Di kanan kiri, deretan bambu yang tertata simetris mengiringi langkah para pengunjung yang ingin menyusuri keindahan desa.
Pagi itu, udara Subang terasa lebih sejuk dari biasanya. Hamparan sawah mengelilingi kampung, dengan jalan setapak bersih tanpa lubang. Dari arah barat, deru kendaraan mulai padat menuju gerbang Bagea Sukadaya. Tapi tenang, warga lokal sudah terbiasa mengelola arus. Dibantu petugas kepolisian dan Dishub, kemacetan pun segera terurai.
Suasana semakin hidup sejak diberlakukannya Car Free Day setiap akhir pekan selama lima jam. Pengunjung bisa bebas menikmati lembur tanpa deru mesin, hanya suara burung dan tawa anak-anak yang bermain permainan tradisional seperti egrang dan congklak—semuanya gratis dan terbuka untuk siapa saja.
Tak sedikit yang datang hanya untuk melihat langsung patung kuda air mancur di Taman Bunisora, atau harimau putih yang gagah berdiri di sudut taman. Elemen ini bukan hanya pemanis visual, tapi simbol dari semangat lokal yang tak lekang oleh waktu.
Uniknya, seni Sunda tutunggulan dimainkan oleh para ibu-ibu kampung menjadi pertunjukan wajib di tiap akhir pekan. Irama yang keluar dari alat-alat sederhana menciptakan suasana mistis sekaligus membumi. Ini bukan hanya hiburan, tapi pernyataan: kami bangga dengan warisan kami.
Dan di antara riuh rendah pengunjung, terselip kisah yang belakangan viral di media sosial. Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, datang langsung ke kampung ini, ditemani KDM. Momen keakraban keduanya—berpakaian putih serasi dan menikmati suasana desa—langsung mencuri perhatian publik.
Tak sedikit netizen yang ramai menjodohkan mereka. “Cocok banget,” tulis seorang warganet. “Langsung ke KUA aja, Pak Gub,” sahut lainnya.
Namun tentu, kehadiran Sherly Tjoanda lebih dari sekadar konten viral. Ia adalah representasi bahwa Lembur Pakuan telah menembus batas lokalitas, menjadi simbol keberhasilan menata desa yang estetik, ramah, dan berbudaya.
Lembur Pakuan juga tak lepas dari keramahan warga. Beberapa pengunjung bahkan mengaku ditawari makanan oleh penduduk lokal. “Ngopi heula atuh,” kata seorang ibu sambil menyodorkan segelas kopi hitam dan pisang goreng hangat—cita rasa kampung yang tak bisa dibeli di mal mana pun.
Tak jauh dari pusat kampung, berdiri rumah Dedi Mulyadi yang kini juga menjadi daya tarik tersendiri. Meskipun hanya bisa dilihat dari luar, keunikan arsitekturnya menambah kesan eksklusif. Di halaman, motor dan sepeda tertata rapi, seolah menunggu tuannya pulang dari gowes pagi di pematang sawah.
Sebagai pelengkap perjalanan, wisatawan bisa mencicipi sate maranggi khas Subang yang dijajakan di beberapa sudut lembur. Daging empuk, bumbu meresap, dan suasana pedesaan menjadi kombinasi yang sulit dilupakan.
Jika ditanya apa yang membuat Lembur Pakuan berbeda, mungkin jawabannya ada pada kejujuran tempat ini dalam menjadi dirinya sendiri. Tak dibuat-buat, tak penuh gimmick. Hanya kampung yang ditata dengan sepenuh hati oleh pemiliknya, untuk rakyatnya.
Dan jika kamu cukup beruntung, kamu bisa menjumpai KDM sedang berjalan kaki atau bersepeda, menyapa satu per satu warga dan pengunjung dengan senyum khasnya. Karena di sinilah rumahnya, dan kini, mungkin juga rumah bagi siapa saja yang merindukan kedamaian. (*)