NARAKITA, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya indikasi permainan jual beli kuota haji khusus yang melibatkan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) Kementerian Agama, pada penyelenggaraan haji 2023-2025. Tidak menutup kemungkinan, KPK segera memanggil mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Jumat (25/7/2025) menjelaskan, indikasi penyelewenangan kuota haji ini bermula dari pemberian tambahan kuota haji oleh pemerintah Arab Saudi sbesar 20 ribu jamaah kepada Indonesia, guna memangkas antrean Panjang calon jamaah haji Indonesia.
Namun, realisai tambahan kuota itu diduga menyimpang. Seharusnya, 92 persen dari kuota 20 ribu tersebut, untuk jamaah haji regular, dan 8 persen untuk haji khusus. “Kenyataannya kuota tambahan 20ribu tersebut dibagi dua. 50 persen untuk regular dan 50 persen untuk haji khusus,” ungkap Asep.
Sehingga KPK menilai bahwa penyimpangan ini mengarah pada praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan pihak swasta, khususnya biro atau agen travel haji plus. KPK juga mendalami dugaan aliran dana hasil praktik jual beli kuota tersebut, termasuk kemungkinan adanya setoran dari agen travel ke Ditjen PHU Kemenag.
Pansus Hak Angket
Sementara itu, Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal merekomendasikan kepada pimpinan DPR untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terkait penyelenggaraan ibadah haji 1446H/2025M.
Usulan ini didasarkan pada temuan Timwas DPR RI terhadap berbagai permasalahan serius dalam pelaksanaan haji tahun ini, mulai dari akomodasi, konsumsi, transportasi hingga layanan kesehatan yang tidak optimal.
“Hak Angket ini merupakan bagian dari mekanisme checks and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan ibadah haji. Banyak jemaah haji yang tidak terpenuhi hak-haknya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019,” ujar Cucun.
Ia menegaskan, pembentukan Pansus Hak Angket bertujuan untuk menyelidiki dugaan penyimpangan terhadap undang-undang maupun kebijakan yang telah disepakati antara DPR RI dan pemerintah. “Kami temukan banyak ketidaksesuaian antara kontrak pelayanan dengan realita di lapangan. Termasuk soal pelaksanaan kontrak antara Kementerian Agama dan pihak syarikah di Arab Saudi,” lanjut Politisi Fraksi PKB ini.
Hak Angket ini, menurut Cucun, memiliki dasar hukum yang kuat, antara lain Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Ia mengutip Pasal 79 ayat (3) UU MD3 yang menegaskan bahwa hak angket digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang penting, strategis, berdampak luas, dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Pansus Hak Angket akan bekerja lintas komisi untuk mendalami persoalan ini secara menyeluruh, agar ke depan penyelenggaraan ibadah haji berjalan lebih adil, transparan, dan akuntabel,” tegas Wakil Ketua DPR RI ini.(*)