NARAKITA, JAKARTA – Polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu antara pemilu nasional dan pemilu lokal terus menggelinding.
Sejumlah kalangan menyebut, MK melangkah terlalu jauh dengan masuk pada jadwal pemilihan umum (pemilu).
Terbaru, Ketua DPR RI Puan Maharani turut buka suara mengenai putusan MK tersebut.
Puan menilai putusan MK mengenai pemisahan pemilu antara pemilu nasional dan pemilu lokal menyalahi amanat dari Undang-Undang Dasar 1945.
Atas penilaian tersebut, Puan menegaskan, semua fraksi partai politik di DPR RI akan menyikapi secara bersama-sama putusan MK tersebut.
“Jadi nanti pada saatnya kami semua partai politik tentu saja sesuai dengan kewenangannya, akan menyikapi hal tersebut sesuai dengan kewenangan kami,” kata Puan, Selasa (15/7/2025)
Selain dirinya, Puan menegaskan semua fraksi partai politik juga mempunyai sikap yang sama soal putusan MK.
Bahwasanya, pemilu harus dilakukan setiap lima tahun sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945.
Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.tv, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.
Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai putusan MK harus diterima karena sifatnya yang final dan mengikat.
Meskipun begitu ia mengakui, putusan MK tersebut menimbulkan kerumitan hukum.
MK yang memutuskan jadwal pelaksanaan pemilu, kata Mahfud, telah masuk terlalu jauh ke ranah pembentuk undang-undang.
Padahal, masalah keserentakan pemilu merupakan kewenangan DPR bersama pemerintah dalam merumuskannya. (*)