NARAKITA, SEMARANG – Psikolog dari Soegijapranata Catholic University, Indra Dwi Purnomo menganalisis dampak buruk praktik bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip).
Dia khawatir praktik bullying berupa pengkastaan senioritas hingga adanya aturan yang menindas junior, dapat berdampak buruk terhadap pelayanan pasien.
Diketahui bahwa proses pendidikan dokter residen atau mahasiswa PPDS Undip berlangsung di RSUP Dr Kariadi, Semarang. Mereka sehari-hari bersinggungan dengan pasien.
Indra mengatakan, istilah junior-senior, termasuk di lingkungan pendidikan, sebenarnya sudah lumrah. Namun, ketika hierarki junior-senior menjadi kasta sosial patologis, dapat berdampak negatif.
“Sistem itu mempermudah senior untuk melakukan eksploitasi,” ujar Wakil Dekan III Fakultas Psikologi tersebut, saat dihubungi Selasa (27/5/2025).
Dia mengatakan, bullying menyebabkan pelaku tidak peka atau minim sensitifitas terhadap orang lain. Mereka bisa saja membawa tingkah lakunya ke dalam aktivitas keseharian dan kinerja profesinya
“Sensitifitas terhadap penderitaan orang menjadi enggak bagus. Jeleknya secara jangka panjang, empati berkurang. Nanti ketika dia pegang pasien juga bisa berdampak begitu,” ucapnya.
Indra mendorong perlunya perombakan sistem pendidikan kedokteran. Dia menekankan pentingnya membongkar sistem tak tertulis yang memungkinkan praktik kekerasan terjadi.
Sebagai informasi, praktik bullying di PPDS Undip telah menelan korban jiwa. Salah satu mahasiswa junior bernama dr. Aulia Risma Lestari sampai stres dan memutuskan mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.
Keluarga almarhumah Aulia Risma masih berpaya menuntut keadilan. Mereka ingin agar pelaku bullying dan pemerasan dijatuhi hukuman penjara maksimal.
Selain itu, keluarga korban juga mengharapkan adanya sanksi tambahan berupa pemecatan. Sebab, tiga terdakwa merupakan dokter sekaligus akademisi kampus.
“Tidak pantas lagi mereka berkarir di dunia kedokteran maupun dunia pendidikan,” ujar Misyal Achmad, kuasa hukum keluarga korban.
Menurutnya, pelaku bullying yang tega menindas orang lain, bisa dikatakan sakit secara mental.
“Mereka sakit secara mental, tega membully, memeras, mengancam. Sehingga tidak layak jadi dokter, jadi dosen, bagaimana nanti pasiennya, bagiamana nanti mahasiswanya,” kritiknya. (bay)