NARAKITA, JAKARTA – Amnesty Internasional menyatakan, penangkapan mahasiswi ITB berkait meme Jokowi-Prabowo telah melawan putusan Mahkamah Konsitutsi (MK).
Mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS ditangkap polisi karena mengunggah meme Jokowi-Prabowo berciuman.
Polisi menetapkan SSS sebagai tersangka dan menjerat yang bersangkutan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut SSS diduga melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Tersangka SSS melanggar Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, kemarin.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang distribusi dan/atau transmisi konten elektronik yang mengandung unsur pelanggaran kesusilaan serta pemalsuan data elektronik.
Amnesty International Indonesia menilai meme Presiden Prabowo dan mantan presiden Joko Widodo berciuman merupakan bentuk kebebasan berekspresi.
Pembuat meme Prabowo-Jokowi yang merupakan mahasiswi Institut Teknologi Bandung tidak seharusnya ditangkap.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, penangkapan mahasiswi tersebut menunjukkan polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital.
“Kali ini dengan menggunakan argumen kesusilaan,” katanya.
Usman mengatakan, penangkapan ini bertentangan dengan semangat putusan terbaru MK yang menyatakan keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana.
Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik.
Usman mengatakan, meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan.
Lembaga negara, termasuk presiden, bukan suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia.
Untuk itu, kata Usman, Polri harus segera membebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK.
Negara tidak boleh anti-kritik, apalagi menggunakan hukum sebagai alat pembungkaman.
Ia menegaskan, penyalahgunaan UU ITE ini merupakan taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik.
Sementara itu, Direktur Komunikasi ITB, Nurlaela Arief, menyatakan pihak ITB menyatakan telah melakukan koordinasi intensif dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait penangkapan mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) tersebut.
Orangtua SSS dikabarkan telah datang ke kampus ITB untuk meminta maaf atas meme yang dibuat oleh anaknya.
Nurlaela menambahkan bahwa pihak kampus berkomitmen memberikan pendampingan kepada mahasiswi tersebut dan telah berkoordinasi dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM). (*)