Di tengah arus zaman yang kian mengarah pada budaya instan dan glamor, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha hadir dengan pandangan yang tajam sekaligus meneduhkan. Dalam sebuah pengajian dan diunggah ke kanal YouTube Online Berbagi, Gus Baha membongkar satu jenis ibadah yang menurutnya bisa menyamai bahkan mengungguli daya tarik sistematis dari dunia kemaksiatan: ibadah haji.
“Kalau orang menyangka maksiat mampu menggerakkan ekonomi, maka Allah menciptakan tandingan yang jauh lebih besar dan halal: haji,” ungkap Gus Baha membuka penjelasannya.
Ia tak menutup mata terhadap realitas bahwa aktivitas maksiat, seperti praktik prostitusi, seringkali menjadi magnet ekonomi yang menghidupkan banyak lini. Ada perputaran uang di dalamnya. Dari transaksi tubuh, muncullah usaha pendukung seperti makanan, transportasi, hingga penginapan.
“Kadang kita tidak ikut bermaksiat, tapi kita jualan di dekat tempat maksiat itu. Artinya kita tetap bagian dari sistem yang menopang,” terang Gus Baha dengan nada prihatin.
Namun, Gus Baha mengingatkan bahwa perputaran ekonomi bukan milik maksiat semata. Allah pun, kata dia, menciptakan mekanisme ibadah yang tak kalah dahsyat dalam menggerakkan roda perekonomian global, yaitu haji.
“Haji bukan cuma ibadah spiritual, tapi sistem sosial dan ekonomi tingkat dunia. Jutaan manusia datang dengan satu niat: menyembah Allah,” jelas ulama asal Rembang tersebut.
Ia memaparkan bagaimana satu musim haji mampu menghidupkan ratusan ribu hotel, ribuan katering, puluhan maskapai penerbangan, dan lapangan kerja lintas negara. “Bandingkan dengan pusat-pusat maksiat seperti Las Vegas, berapa banyak yang datang? Haji? Tak terhitung,” kata Gus Baha penuh semangat.
Bahkan menurut pengakuan teman-temannya di Eropa, kota suci Vatikan pun tak mampu menyaingi hiruk-pikuk Makkah. “Mereka iri. Karena Roma tak pernah seramai Makkah, padahal jumlah umat mereka lebih banyak,” bebernya.
Bagi Gus Baha, fakta ini bukan sekadar statistik, tapi pesan spiritual mendalam bahwa Allah telah menyiapkan ‘alternatif’ yang suci bagi manusia. “Kalau kemaksiatan bisa hidup karena sistem, maka haji adalah sistem ilahiah yang penuh berkah dan tanpa dosa,” katanya.
Ia kemudian menyoroti pentingnya melihat ibadah bukan semata-mata sebagai kewajiban, tapi juga kontribusi pada dunia. Menurutnya, haji dan umrah menciptakan denyut ekonomi yang suci—tanpa harus terlibat dalam hal-hal yang melanggar syariat.
Bahkan, lanjutnya, industri penerbangan internasional pun mengakui bahwa keuntungan tahunan mereka melonjak di masa puncak ibadah haji. “Coba bayangkan kalau haji dihentikan? Banyak lini bisnis yang lumpuh,” tegas Gus Baha.
Dalam penjelasan tafsirnya, Gus Baha mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Ma’idah ayat 97:
جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ
“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu, sebagai pusat bangkitnya umat manusia.”
Ia menekankan bahwa kata qiyaman linnās bukan hanya ditujukan untuk umat Islam, tapi linnās—semua manusia. “Ka’bah adalah sentralitas kemanusiaan. Ini bukan hanya tempat ibadah, tapi titik tolak peradaban,” ujarnya.
Gus Baha pun menilai bahwa keberadaan haji dan umrah menjadi bukti bahwa Islam tidak alergi terhadap ekonomi. Islam hanya menuntut agar perputaran uang tetap berada dalam jalur halal dan mendapat ridha Allah.
“Kalau ada yang berkata maksiat membuat orang hidup, Allah jawab dengan haji. Uang tetap berputar, tapi dalam kebaikan. Itulah kehebatan syariat Islam,” ucapnya sambil tersenyum.
Menjelang akhir kajiannya, Gus Baha mengajak umat untuk merenungkan kembali orientasi hidup. Bahwa dalam Islam, keberkahan tidak selalu identik dengan kemewahan, tetapi dengan keridhaan Allah.
“Kita ini terlalu sering menilai sesuatu dari efek duniawinya. Padahal yang paling penting: apakah itu mendekatkan kita kepada Allah atau menjauhkan?” tanyanya retoris.
Ia pun mengingatkan agar umat Islam tak silau pada ‘efek instan’ dari maksiat yang dikemas modern. “Jadilah konsumen yang bijak dalam urusan dunia, tapi lebih-lebih dalam urusan ibadah,” tuturnya.
Pesan penutupnya pun mengandung kekuatan spiritual yang dalam. “Hidup ini hanya sebentar. Jangan biarkan uang hanya berputar dalam dosa. Mari putar dunia ke arah yang diridai Allah,” pungkas Gus Baha.
Dengan uraian yang jernih dan logis, Gus Baha tidak hanya mengajak umat untuk menunaikan haji, tapi juga menyadarkan bahwa ibadah sejatinya mampu menjadi pilar ekonomi umat—jika dijalankan dengan benar dan ikhlas. (*)