KEPUASAN public terhadap kinerja para gubernur di Pulau Jawa, menempatkan Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat diposisi teratas dibanding, Gubernur Banten Andra Soni, Pramono Anung di Jakarta, Ahmad Luthfi di Jawa Tengah, Khofifah Indar Parawangsa di Jawa Timur dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Total kepuasan public masyarakat Jawa Barat atas kinerja Dedi Mulyadi sebesar 94,7 persen. Angka yang cukup tinggi mengingat per Mei 2025, Dedi belum genap 100 hari menjalankan tugasnya sebagai gubernur.
Urutan kedua diraih Gubernur Daerah Istimewa (DIY) Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan angka kepuasan public mencapai 83,8 persen. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa yang terlihat diam-diam saja, ternyata 75,3 persen public puas atas kinerjanya. Sedang Ahmad Luthfi Gubernur Jateng hanya memperoleh 62,5 persen, disusul Gubernur Jakarta Pramono Anung 60 persen, dan Andra Soni dari Banten sebesar 50,8 persen.
Bagi Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mungkin hasil survey ini cukup dijadikannya bahan evaluasi atas kinerja para ASN Pemprov Yogyakarta yang membantunya. Secara electoral, hasil survey IPI tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap electoral 2029 mendatang. Tak perlu sibuk berkampanye untuk mempertahankan jabatannya -sebagai gubernur Yogjakarta-, selama masih sehat, Sri Sultan adalah Gubernur DIY, tanpa ada proses politik electoral.
UU Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012, yang mengatur tentang keistimewaan Provinsi DIY, menjelaskan bahwa DIY memiliki keistimewaan untuk beberapa hal, seperti tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur. Siapapun yang menjabat Sri Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam, secara otomatis adalah menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Bagi Khofifah, angka kepuasan public terhadap kinerjanya di periode kedua ini yang mencapai 75,3 persen, diakui atau tidak, angka itu sudah cukup tinggi. Mengingat Khofifah yang pernah menjabat sebagai Menteri Sosial, seyogyanya angka kepuasan public yang dicapai harus lebih tinggi. Apalagi jika ingin meneruskan karier sebagai wakil presiden, Gubernur Jatim ini harus berbenah. Toh, Khofifah bukan kader partai.
Hal berbeda dengan Pramono Anung di Jakarta dan Andra Soni di Banten. Jakarta yang eksposur media dan sosial media cukup tinggi dibanding daerah lainnya, sudah semestinya Gubernur Pram lebih tinggi dibanding lainnya. Gubernur Banten Andra Soni lebih parah lagi. Sebab hanya 50 persen saja public yang puas dengan kinerjanya.
Antara Kader Partai dan Tidak
Jika berdasarkan pola dan metode kerja para Gubernur di Pulau Jawa ini, Dedi Mulyadi memang terlihat lebih menonjol dibanding lainnya. Bahkan bisa dibilang, KDM adalah gubernur yang punya konten sosial media, dimana sosial medianya di monetes sekalian.
Dari sosial media para gubernur itu, sekaligus menunjukkan rencana atau target-target karier politik pribadi tahun-tahun berikutnya. Terutama kontestasi capres cawapres Pemilu 2029 mendatang.
Mungkin KDM saat ini yang paling nyaman untuk terus bergerak mengkampanyekan dirinya agar terus popular. Mengingat psikologis masyarakat Indonesia yang mudah lupa, tentu membuat KDM harus menjaga konsistensi tampil di media dan sosial media agar tak dilupakan jika pada 2029 nanti digaet partai untuk maju di ajang Pilpres.
Dari enam gubernur di Pulau Jawa, potensi untuk ditarik dan dicalonkan oleh partai, jelas hanya KDM dan Khofifah. Dedi Mulyadi memang didorong Partai Gerindra sebagai Calon Gubernur Jabar. Tetapi patut diingat, KDM pernah menjadi kader Partai Golkar. Bahkan saat menduduki jabatan sebagai Bupati Purwakarta (2008-2018) dan anggota DPR RI periode 2019-2024, statusnya kader Partai Golkar aktif. Termasuk ketika popularitasnya tinggi, dalam gelaran Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Jabar tahun 2018, Dedi diusung Partai Golkar sebagai Calon Wakil Gubernur Jabar mendampingi Cagub Deddy Mizwar.
Selain Dedi, Gubernur Jatim Khofifah juga punya peluang untuk maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden dalam gelaran pemilu 2029 mendatang. Khofifah tinggal memainkan ceruknya saja sebagai kader perempuan Nahdlatu Ulama (NU) yang paling moncer dibanding kader lainnya. Toh Khofifah bukan kader partai sehingga cukup bebas bergerak, mengkampanyekan diri.
Kondisi berbeda dengan Pramono Anung dan Andra Soni yang sama-sama kader partai. Andra Soni yang kader Partai Gerindra, tentu tidak bisa berbuat banyak jika berkeingingan untuk naik karier jabatan politiknya. Sebagai kader, Andra Soni sudah menasbihkan diri akan kembali mengusung Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Presiden RI ke-8 yang saat ini menjabat.
Suasana serupa juga terjadi pada Pramono Anung Gubernur Jakarta. Sebagai Kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Pram tentu tidak akan mau dicalonkan partai selain PDI Perjuangan jika nanti maju sebagai Capres atau Cawapres 2029. Pram tentu lebih memilih untuk tidak maju sebagai Capres atau Cawapres apabila ada kader partai lainnya, dicalonkan DPP PDI Perjuangan.
Ganjalan pertama Pram justeru berasal dari Puan Maharani, bukan Ganjar Pranowo (Capres 2024) atau Ibu Megawati Soekarno Putri sendiri. Sehingga wajar apabila Pram mengambil jalan tidak perlu viral yang penting kerja. Tak perlu public puas 100 persen sementara kerjaannya hanya pencitraan belaka.
Lalu bagaimana dengan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi? Mungkinkah ada potensi untuk meneruskan karier politiknya? Luthfi memiliki hak untuk naik karier jabatan politiknya. Yang jelas, dia bukanlah kader partai. Bahwa sebagai mantan Kapolda Jateng, Luthfi yang cukup akrab dengan keluarga persiden Joko Widodo, layak untuk dimajukan sebagai calon Gubernur bersama Gus Yasin atau Taj Yasin Maemoen pada 2024 lalu. Pengusungnya, nyaris semua partai pemilik kursi di DPRD Propinsi Jateng, terkecuali PDI Perjuangan.
Kemungkinan besar, gubernur yang lahir di Surabaya 22 November 1969 silam ini, akan mengakhiri karier politiknya cukup sebagai Gubernur Jawa Tengah. Mengingat selama ini dia dikenal dekat dengan keluarga Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Bahkan bisa dibilang, jabatan gubernur yang sekarang diperolehnya ini merupakan hadiah dari yang bersangkutan. Apalagi saat ini dia sudah purnawirawan polisi.
Pun begitu dengan Emil Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur, pasangan Khofifah. Sebagai anak muda, Dardak cukup diperhitungankan sebagai calon pemimpinan nasional berikutnya. Namun bukan hal yang mudah mengingat posisinya yang cenderung masuk dalam Partai Demokrat. Dimana partai berlambang bintang mercy itu, saat ini diketuai Agus Harimurti Yudhoyono.
Mitos Presiden Dari Jawa
Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, pernah menyatakan bahwa kemungkinan orang dari luar Jawa menjadi Presiden di Indonesia adalah hal yang mustahil. Menurutnya, orang-orang dari luar Jawa harus sadar diri jika berpikiran hendak menjadi presiden selanjutnya. Pernyataan yang disampaikan Luhut pada media September 2022 itu menuai pro dan kontra.
Kelakar yang nyaris serupa juga pernah disampaikan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Kelakar yang tak lain adalah upaya menghibur diri atas kegagalannya dalam kontestasi calon presiden. Kebetulan JK asalnya dari Bugis, Makasar. Dalam prediksinya, kemungkinan butuh sekitar 100 tahun sejak Indonesia merdeka untuk memiliki presiden dari luar Jawa.
Berdasarkan fakta sejarah, sejak meraih kemerdekaan pada 1945, enam dari tujuh presiden Indonesia berasal dari Suku Jawa. B.J. Habibie jadi menjadi satu-satunya presiden dari luar Suku Jawa, tepatnya dari Etnis Gorontalo. Presiden ke-3 RI itu berasal dari Bugis, kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan. Habibie menjabat sebagai presiden setelah presiden sebelumnya, Soeharto mengundurkan diri pada 1998. Dia menjabat presiden selama 1 tahun 5 bulan.
Presiden pertama Ir. Soekarno, lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901. Ia menjabat presiden RI sejak 17 Agustus 1945 hingga 1966. Presiden kedua Soeharto, lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Soeharto menjadi presiden melalui sidang istimewa MPRS tahun 1967 menggantikan Soekarno.
Presiden ketiga B.J. Habibie menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri. Kemudian Presiden ke empat Abdurrahman Wahid (1999-2001) yang lahir di Jombang pada 7 September 1940. Ke lima Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947, Megawati merupakan presiden wanita pertama dan satu-satunya Indonesia sampai saat ini. Memegang jabatan dari 2001 hingga 2004. Sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden. Dia naik menjadi presiden setelah Presiden Abdurrahman Wahid mengundurkan diri.
Presiden berikutnya Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014). SBY lahir di Pacitan, Jawa Timur, pada 9 September 1949. Setelah itu, disusul presiden ke tujuh, Joko Widodo yang lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada 21 Juni 1961. Kemudian ke delapan yang saat ini masih baru saja menjabat, Presiden Prabowo Subiyanto. Lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951.
Jika melihat fakta itu, memang semua presiden RI, seluruhnya dari Pulau Jawa, kecuali BJ. Habibie. Fakta yang dalam teori gotak gatik matuk ala masyarakat Jawa, jadi mitos secara turun temurun.
Kira-kira, siapa saja nanti yang akan menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 2029?