NARAKITA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali Abdurrachman menangkap bekas Sekrataris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, Minggu (29/6/2025).
Padahal, eks-Sekretaris MA Nurhadi bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Walhasil, Nurhadi pun masuk-keluar-masuk penjara.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan Nurhadi kembali ditangkap terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penangkapan itu dilakukan KPK sebagai upaya agar pengusutan kasus dugaan TPPU yang menjerat Nurhadi dapat berjalan efektif.
“Penahanan seorang tersangka tentu merupakan kebutuhan penyidikan, di antaranya agar prosesnya dapat dilakukan secara efektif,” kata Budi.
KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka kasus TPPU yang merupakan pengembangan dari perkara suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA.
KPK menduga Nurhadi mengubah uang suap dan gratifikasi yang diterimanya menjadi benda atau aset bernilai ekonomis.
Dalam kasus sebelumnya, Nurhadi telah menjalani vonis enam tahun penjara karena menerima suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.
Dia terbukti menerima suap sebesar Rp35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Di samping itu, Nurhadi terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Budi menyebut lembaga antirasuah telah menyita sejumlah aset milik Nurhadi, termasuk kebun sawit hingga apartemen.
“Dalam perkara itu KPK sebelumnya telah melakukan penyitaan terhadap beberapa aset, seperti lahan sawit, apartemen, rumah, dan sebagainya,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Dia mengatakan penyitaan aset-aset Nurhadi merupakan bagian dari pembuktian penyidikan dan upaya pemulihan aset.
“Tentu itu juga bagian dari upaya pembuktian dalam penyidikan, sekaligus langkah awal dalam asset recovery nantinya,” ujar Budi. (*)