NARAKITA, SOLO- Komisi VII DPR RI menyatakan bahwa pelaku ekonomi kreatif Indonesia, termasuk di bidang animasi, memiliki kualitas yang mampu bersaing secara internasional. Namun demikian, ekosistem industri kreatif nasional dinilai masih memerlukan dorongan kuat, khususnya dari para distributor dan pelaku pasar.
“Para pelaku ekraf kita, termasuk animator, tidak kalah kualitasnya dengan pelaku luar negeri. Tapi agar mereka tumbuh, perlu keberpihakan nyata dari distributor,” ujar Ketua Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo saat meninjau Studio Animasi Manimonki di Solo, Sabtu (26/7).
Ia menegaskan bahwa dukungan teknologi dan sumber daya manusia di Indonesia sudah cukup memadai. Hanya saja, keterbatasan akses pasar dan minimnya ruang tayang bagi produk lokal masih menjadi kendala utama.
“Kita butuh keberpihakan dari distributor, baik di bioskop, televisi, maupun platform digital, agar karya anak bangsa bisa tampil dominan di negeri sendiri,” tegasnya.
Modal Kuat
Senada dengan itu, Deputi Bidang Pengembangan Strategis Ekonomi Kreatif Kemenparekraf, Cecep Rukendi, menyebut Kota Solo memiliki potensi besar sebagai motor pertumbuhan ekonomi kreatif nasional. Statusnya sebagai bagian dari jaringan kota kreatif UNESCO dinilai menjadi modal kuat untuk membangun ekosistem ekraf berkelanjutan.
“Solo punya talenta, pasar, dan jejaring. Tinggal bagaimana kita dorong agar produk kreatifnya bisa dikomersialisasikan secara lebih luas, termasuk di mancanegara,” kata Cecep.
Ia menambahkan, fokus pembangunan ke depan bukan lagi sekadar fisik infrastruktur, melainkan juga pengembangan SDM, penguatan kapasitas bisnis kreatif, dan penciptaan pasar yang lebih ramah bagi produk lokal.
Dengan penguatan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, industri kreatif Indonesia diharapkan mampu menjadi kekuatan ekonomi baru yang inklusif dan berkelanjutan. (*)