NARAKITA, JAKARTA – Suasana di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, mendadak jadi bahan perbincangan hangat publik. Bukan soal pesawat atau agenda luar negeri Presiden terpilih Prabowo Subianto, melainkan soal satu momen kecil namun tajam—Prabowo berjalan melewati Menteri Investasi Bahlil Lahadalia tanpa satupun gestur sapaan, seolah tak melihat, tak mengenal, tak peduli.
Tayangan video yang beredar di media sosial memperlihatkan Prabowo dengan penuh energi menyalami sejumlah pejabat penting yang hadir: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, hingga Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Namun ketika langkahnya berhadapan dengan Bahlil Lahadalia, sang menteri yang dikenal vokal dan loyal, Prabowo justru melenggang langsung ke arah tangga pesawat.
Publik pun terbelah. Ada yang menganggap itu sinyal politik yang tak bisa disepelekan. Ada pula yang menyebutnya hanya kesalahpahaman protokoler belaka. Tapi di dunia politik, gestur sering lebih berisik daripada kata-kata.
Kubu Partai Golkar pun tak tinggal diam. Idrus Marham, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, dengan cepat memadamkan spekulasi yang menyala-nyala. “Bagaimana bisa disebut renggang? Pak Bahlil masih menjalankan tugas dengan baik sebagai pembantu Presiden,” ujarnya di Jakarta.
Menurut Idrus, Bahlil bahkan baru saja menyelesaikan tugas penting di Papua Barat, menyampaikan laporan langsung kepada Prabowo soal sengkarut tambang nikel di Raja Ampat. “Itu menunjukkan kepercayaan penuh dari Presiden,” ujarnya menambahkan.
Tak berhenti di situ, Idrus juga menegaskan bahwa Partai Golkar tetap berada dalam barisan terdepan mendukung visi besar Prabowo. “Asta Cita itu juga jadi semangat kami. Bahlil bekerja dalam koridor itu. Tidak ada kerenggangan sama sekali,” katanya tegas.
Namun, publik bukan tanpa ingatan. Dalam beberapa kesempatan terakhir, Bahlil memang terdengar lebih jarang mendampingi Prabowo. Tidak seperti masa kampanye, ketika ia kerap muncul dalam barisan depan pengusung dan pembisik.
Apakah ini hanya jeda koordinasi biasa dalam masa transisi pemerintahan, atau pertanda bahwa ada friksi di dalam relasi politik yang sebelumnya solid?
Beberapa pengamat membaca momen ini sebagai sinyal dingin yang layak dicermati. Di dunia kekuasaan, diam bisa berarti banyak. Sapaan yang tak diberi bisa lebih bertenaga dari pidato.
Partai Golkar menolak semua tafsir itu. Bagi mereka, Bahlil masih orang penting dan dipercaya. “Jangan terlalu sensitif. Itu hanya momen biasa,” tutup Idrus.
Namun publik, sebagaimana biasa, tetap punya tafsir sendiri. Sebab dalam politik, tiap langkah, tiap tatap, bahkan tiap abaikan, punya makna tersendiri. Dan kadang, ketegangan justru terasa saat tidak ada sepatah kata pun diucapkan. (*)