NARAKITA, SOLO – Keheningan di Jembatan Jurug, Selasa siang (1/7/2025), mendadak pecah ketika seorang pengendara ojek daring melihat seorang perempuan muda berdiri di tepi jembatan, menghadap ke aliran Bengawan Solo yang deras. Tak lama kemudian, perempuan tersebut melompat, meninggalkan jejak kesedihan yang mendalam.
Perempuan itu kemudian diketahui adalah DA, mahasiswi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, asal Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), angkatan 2021.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Surakarta, informasi identitas korban didapat dari pihak kampus setelah dilakukan verifikasi terhadap sepeda motor yang ditinggalkan di jembatan beserta catatan pribadinya.
Salah satu saksi mata, pengemudi ojek online yang sedang membawa penumpang saat kejadian, menceritakan detik-detik tragis itu melalui video yang beredar luas di media sosial. Ia menyebut sempat melihat DA bersiap-siap melompat, lalu berusaha meneriakinya agar mengurungkan niat.
“Saya sudah teriak ‘Mbak, jangan!’, tapi dia langsung lompat. Saya dan penumpang langsung turun, tapi tubuhnya sudah terbawa arus,” ujarnya dengan nada getir.
Di dekat motor yang ditinggalkan, ditemukan sebuah buku kecil. Di dalamnya tertulis sepenggal kalimat perpisahan, yang diyakini menjadi surat terakhir DA sebelum mengakhiri hidupnya. Pesan tersebut berisi permintaan maaf dan pengakuan tentang beban batin yang dirasakannya selama ini.
Dalam tulisan tangan yang rapi namun mengandung kepedihan, DA menuliskan bahwa keputusan tersebut bukan karena tekanan dari keluarga atau kampus. Ia menyebut dirinya lelah, dan merasa kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Pihak kampus membenarkan bahwa DA selama ini berada dalam pemantauan psikologis. Bahkan, dosen pembimbing akademiknya telah memberikan berbagai bentuk dukungan, termasuk kemudahan akademik dan surat rekomendasi untuk istirahat dari perkuliahan. Namun, langkah tersebut sempat ditolak pihak keluarga.
“Dia menolak istirahat karena tidak ingin dikasihani,” kata juru bicara UNS, Prof. Dr. Agus Riwanto.
Pihak kampus juga mengungkapkan bahwa DA sudah beberapa kali menunjukkan gejala keinginan mengakhiri hidup. Salah satu dosen bahkan pernah menyampaikan bahwa DA pernah berjanji akan berusaha bertahan.
Pentingnya Regulasi Emosi
Pakar Psikologi UNS, Dr. Farida Hidayati, menjelaskan bahwa kasus ini menunjukkan pentingnya kemampuan seseorang dalam meregulasi emosi. Menurutnya, banyak individu yang tampak tenang di luar, namun menyimpan tekanan luar biasa di dalam diri.
“Permasalahan emosional yang tidak tertangani seringkali membuat seseorang merasa buntu, terlebih jika tidak ada ruang aman untuk mengekspresikan beban tersebut,” jelas Farida.
Pencarian terhadap DA masih terus dilakukan hingga berita ini diturunkan. Tim BPBD Surakarta bersama relawan dan petugas gabungan dari Karanganyar dikerahkan menyisir aliran Bengawan Solo, mulai dari lokasi jatuh hingga radius beberapa kilometer.
Kasus ini mengundang simpati sekaligus keprihatinan dari berbagai pihak. Banyak yang berharap agar kejadian semacam ini menjadi pengingat bahwa kesehatan mental perlu mendapat perhatian yang sama seriusnya dengan kesehatan fisik.
Dalam dunia akademik yang penuh tekanan, terutama menjelang akhir studi, mahasiswa kerap merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya. Padahal, dukungan emosional dari lingkungan terdekat sangat berpengaruh dalam menjaga kesehatan mental mereka.
Tragedi ini meninggalkan luka, tidak hanya bagi keluarga dan teman-teman DA, tetapi juga bagi seluruh sivitas akademika UNS. Semua berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang, dan mahasiswa bisa menemukan tempat yang aman untuk berbagi, sebelum semuanya terlambat. (*)