NARAKITA, SEMARANG – Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 di Kota Semarang menyisakan catatan kelam. Bentrokan antara polisi dan massa aksi menyebabkan banyak korban luka.
Polisi menangkap 18 orang peserta aksi massa, 6 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Kericuhan terjadi pada Kamis (1/5/2025) sore. Massa dan polisi terlibat adu fisik dan saling dorong. Massa terus merangsek maju, sementara polisi berambisi memukul mundur pihak yang dianggap biang kerok.
Menjelang malam, situasi semakin memanas. Jalan Pahlawan, tepat di depan Kantor DPRD dan Gubernuran Jawa Tengah, bak medan perang.
Massa yang kesal karena aksinya direpresi lantas melempari barikade polisi dengan berbagai benda. Botol air, kayu, batu, hingga potongan pagar pembatas taman beterbangan ke arah petugas.
Beberapa polisi terkena lemparan. Salah satu anggota yang mengenakan pakaian safari biru dan bawahan hitam, tampak berdarah di pelipis kanannya.
Ia kemudian dievakuasi sambil dipapah mendekat ke arah Gubernuran. Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, terlihat berlari menghampiri anggota tersebut dan memberinya semangat.
Meski begitu, tindakan polisi pun tak kalah anarkis. Mereka menangkap massa aksi secara brutal dan memukuli dengan membabi buta.
Terlihat beberapa peserta aksi mengalami luka, bahkan ada yang terkapar. Petugas medis lalu hilir mudik menolong korban yang cedera.
Beberapa peserta aksi yang dianggap provokator ditangkap dan dibawa ke halaman Gubernuran. Kondisi mereka beragam: baju sobek, hidung berdarah, rambut acak-acakan, dan lainnya.
Selepas magrib, polisi berhasil memukul mundur massa dari pusat aksi. Massa lari tunggang langgang, dan Jalan Pahlawan pun tampak sepi. Namun, situasi belum benar-benar reda.
Kali ini, tidak hanya polisi berseragam yang bergerak. Sekelompok orang yang diduga intel turut memburu massa yang dituding sebagai provokator.
Saat seorang massa tertangkap, polisi lain bergabung menghakimi. Di sisi lain, beberapa anggota Provos yang mengenakan baret biru muda tampak berusaha menenangkan rekan mereka.
Tim pengurai massa, dibantu polisi tanpa seragam, menyisir setiap sudut jalan di sekitar Gubernuran dan Simpang Lima Semarang. Warung dan kafe yang dicurigai sebagai tempat persembunyian pun diperiksa.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, membenarkan adanya penangkapan terhadap perserta aksi massa yang diduga provokator.
Total ada 18 orang yang diamankan ke Markas Polrestabes Semarang.
Ia juga menyebut sejumlah polisi mengalami luka, namun saat itu belum memiliki data pasti. “Ada beberapa yang terluka,” ujarnya di sela-sela pembubaran massa.
Terpisah, tim medis dari massa aksi, Amadela, mengaku sempat kelimpungan. Pasalnya, banyak peserta aksi yang menjadi korban, mayoritas adalah mahasiswa.
“Ada banyak, lebih dari 20 orang luka hingga berdarah. Yang mengalami luka parah langsung kami larikan ke rumah sakit,” jelas perempuan yang akrab disapa Dela, malam itu.
Korban luka tak hanya dari pihak massa aksi maupun polisi, tetapi juga dari kalangan pers.
Wartawan Tempo, Jamal Abdun Nasr, mengalami kekerasan di dua lokasi berbeda saat berupaya mendokumentasikan tindakan aparat saat menangkap massa.
Jamal ditampar dan dipukul beberapa kali oleh polisi berpakaian preman. Ia telah melakukan visum untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
Selain Jamal, seorang anggota pers mahasiswa berinisial DS juga mengalami pemukulan oleh aparat tanpa seragam. Pelipisnya mengalami luka terbuka hingga harus dijahit. (bai)