NARAKITA, JOGJA – Tim mediator yang memediasi konflik agraria pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng) menerbitkan sebuah buku ‘Catatan dari Wadas; Penyelesaian Sengketa Agraria Bendungan Bener’.
Buku ini merekam perjalanan konflik yang menghiasi proses penambangan batuan andesit yang hendak digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.
Tentu saja, buku ini berdasarkan perspektif Rumekso Setyadi, anggota tim mediator yang dibentuk oleh M Imam Aziz yang waktu itu menjabat sebagai Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin dan juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Rumekso Setyadi merekam perjalanannya memediasi konflik antara pemerintah dan warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, dan kemudian menuangkannya dalam buku tersebut.
“Dengan selesainya kasus Wadas maka kemudian buku ini dibuat. Harapannya buku ini dapat menjadi pelajaran bersama baik oleh para perencana pembangunan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) maupun kalangan-kalangan yang menjadi penentu kebijakan,” kata aktivis sosial yang akrab disapa Markijok ini, Selasa (24/6/2025).
Dikatakan lebih lanjut, melalui buku ini semua pihak harus belajar bahwa pembangunan tanpa mengedepankan aspek kemanusiaan, sosial ekonomi, dan kebudayaan, niscaya akan mengalami benturan dengan rakyat yang terdampak pembangunan tersebut.
“Untuk itu dari buku ini kita bisa belajar tentang model perencanaan, negosiasi dan mediasi terkait dengan pembangunan yang berdampak besar pada rakyat,” ucapnya.
Konflik wadas, kata dia, berakara pada UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangun. Dengan menggunakan UU itu Desa Wadas yang menjadi lokasi tambang andesit perizinannya dijadikan satu lokasi dengan tapak bendungan, padahal usaha pertambangan harusnya menggunakan UU Mineral dan Batu Bara (Minerba).
“Tetapi karena Proyek Strategis Nasional (PSN) dilindungi juga dengan UU Omnibus Law maka usaha pertambangan batu andesit itu hanya cukup menggunakan rekomendasi Menteri ESDM saja,” terangnya.
Markijok menyebut, banyak aktor terlibat dalam konflik Wadas. Dituturkan, bahkan bentrokan dan aksi represi aparat keamanan terhadap rakyat pernah terjadi pada 8 Februari 2022 dan menjadi sorotan nasional.
Saat itu, banyak warga mendapat kekerasan dari aparat, dan tak sedikit aktivis yang turut ditangkap.
“Aksi represif aparat itu, mau tak mau menyeret nama Gubernur Jawa Tengah saat itu, Ganjar Pranowo,” ucapnya.
Buku ini secara resmi telah diluncurkan di Museum Sandi, Kota Yogyakarta, pada Sabtu, 21 Juni 2025, bersamaan dengan Reuni Jama’ah LKiS. Hadir secara langsung dalam kesempatan itu, Ketua Tim Mediator, M Imam Aziz (Mbah Dukuh), akfivis lingkungan, budayawan, dan lainnya.
Imam Aziz yang akrab disapa Mbah Dukuh, bersyukur konflik Wadas telah selesai. Ia mengatakan hampir dua tahun proses ia dan tim memediasi dan mendampingi warga Wadas.
Dalam rentang waktu itu, tim selalu mengedepankan dialog dan negosiasi untuk menyelesaikan konflik struktural ini.
“Hingga kemudian tahap demi tahap terjadi dengan win-win solution,” ucapnya.
Sementara, Ganjar Pranowo turut menuliskan catatan dalam penutup buku tersebut. Dituturkan, masalah Wadas menjadi hal yang mendapat perhatian serius darinya sebagai Gubernur Jateng periode 2013-2023.
“Bukan karena peristiwa Wadas yang meledak di tengah penanganan Pandemi Covid-19 mendapat perhatian nasional, tetapi lebih karena melihat kegagapan aparat pemerintah, baik birokrasi maupun kepolisian, dalam menangani protes warga,” tulis Ganjar. (*)