NARAKITA, BANJARNEGARA – Sebuah semangat baru tengah tumbuh di dunia literasi Banjarnegara. Sebanyak 60 penulis dari berbagai kalangan tengah menyelesaikan karya tulis bertema budaya lokal yang akan diterbitkan oleh Perpusnas Press.
Kamis (12/6/2025), para penulis itu kembali berkumpul di Aula Niscala Perpustakaan Daerah Banjarnegara. Di ruang sederhana yang dipenuhi semangat belajar itu, mereka berdiskusi, menyunting naskah, dan mematangkan ide untuk menghasilkan karya terbaik.
Proyek ini menghadirkan esai-esai populer tentang budaya Banjarnegara, ditulis oleh pelajar, mahasiswa, pustakawan, dan pegiat literasi yang selama sebulan terakhir aktif menggali potensi kearifan lokal.
Di bawah arahan tiga mentor—Indra Hari Purnama, Muji Prasetyo, dan Heni Purwono—para peserta mendapatkan bimbingan teknis serta evaluasi terhadap naskah yang sedang mereka susun.
Pustakawan Perpusda Banjarnegara sekaligus koordinator kegiatan, Ivone Margiati, menjelaskan bahwa ini adalah kelanjutan dari pelatihan kepenulisan sebelumnya. Kini, peserta memasuki tahap akhir menuju penerbitan.
“Targetnya adalah buku yang memuat 60 esai budaya lokal. Program ini didukung DAK Nonfisik dari Perpustakaan Nasional. Saat ini sekitar 70 persen peserta sudah hampir menyelesaikan tulisannya,” terang Ivone.
Ia juga menyebut bahwa semangat menulis peserta sangat tinggi. Mereka tidak hanya menulis, tapi juga belajar meneliti dan menyusun tulisan secara terstruktur.
Kepala Disarpus Banjarnegara, Drs Arief Rahman ST MSi berharap kegiatan ini menjadi batu loncatan lahirnya penulis-penulis berbakat dari Banjarnegara.
“Siapa tahu penulis besar ke depan lahir dari sini. Setidaknya, mereka sudah membuktikan bahwa menulis bisa dimulai dari mengenal daerah sendiri,” ujarnya.
Salah satu mentor, Muji Prasetyo, menyoroti beberapa aspek teknis yang perlu diperbaiki oleh para peserta. Ia menilai banyak tulisan yang terlalu panjang dan kurang fokus.
“Beberapa masih harus dipadatkan agar gagasannya lebih kuat. Narasi foto juga penting untuk diperhatikan, karena bisa memperkuat isi tulisan,” katanya.
Menurut Muji, susunan isi buku nantinya dibagi berdasarkan tema: mulai dari profil tokoh, sejarah, kuliner, hingga cerita rakyat khas Banjarnegara.
Ia menilai program ini menjadi ruang tumbuh yang tepat bagi generasi muda untuk mengenal sekaligus mencintai budaya lokal mereka sendiri.
Tulisan-tulisan yang dihasilkan tak hanya berisi narasi, tetapi juga menjadi dokumentasi nilai-nilai lokal yang nyaris terlupakan.
Dengan mengangkat cerita-cerita dari desa, makanan tradisional, hingga tokoh-tokoh inspiratif, para peserta menghadirkan mozaik budaya Banjarnegara dalam bentuk karya tulis.
Beberapa di antara mereka bahkan melibatkan narasumber langsung, seperti sesepuh desa atau pelaku budaya, agar isi tulisan lebih akurat dan hidup.
Melalui proses menulis ini, peserta tidak hanya belajar menyusun kalimat, tapi juga belajar mendengar, mengamati, dan merekam realitas sosial di sekitar mereka.
Para mentor juga mendorong agar buku ini tidak hanya menjadi pajangan, tapi benar-benar dibaca dan bisa menjadi referensi bagi pelajar dan masyarakat umum.
Setelah proses penyusunan selesai, rencananya akan diadakan peluncuran buku dan diskusi bersama untuk memperkenalkan karya para penulis ke khalayak lebih luas di daerah.
Bagi para peserta, ini adalah pengalaman berharga—menulis dengan hati, menggali cerita dari tanah kelahiran sendiri, dan merawat budaya melalui kata. (*)