NARAKITA, TEMANGGUNG – Nasib ratusan petani tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, kini berada di ujung tanduk. Sejak PT Gudang Garam menghentikan pembelian tembakau dari daerah tersebut, gudang-gudang kecil di rumah warga justru berubah menjadi tempat penimbunan hasil panen yang tak kunjung terjual.
Situasi ini menciptakan keresahan di tengah masyarakat petani. Bukan hanya soal penghasilan yang hilang, namun juga soal keberlangsungan hidup keluarga mereka. Puluhan ton tembakau yang telah dikeringkan dan dikemas kini menumpuk tak bergerak.
Kepala Desa Purbasari Pujiyono, mengungkapkan kondisi ini makin membingungkan warga. Biasanya, setelah musim panen selesai, petani tinggal mengirim hasil olahan ke pabrikan dan menerima pembayaran. Namun tahun ini, semuanya terhenti.
“Sudah dikeringkan, sudah dikemas, tapi tidak ada yang ambil. Sudah penuh di rumah, petani jadi bingung mau dijual ke mana,” ungkap Pujiyono saat ditemui Senin kemarin.
Pabrikan-pabrikan kecil memang sempat masuk ke pasar lokal sebagai alternatif pembeli. Tapi harga yang mereka tawarkan jauh dari harapan. Petani menghadapi dilema: menjual murah atau menyimpan sambil menanggung risiko kerusakan.
Untuk diketahui, harga tembakau kualitas menengah seperti grade D dan G yang biasanya bisa mencapai Rp100 ribu hingga Rp120 ribu per kilogram, kini hanya dihargai sekitar Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Itu pun tidak selalu laku dalam jumlah besar.
Penurunan lebih parah terjadi pada grade di bawahnya. Harga yang dulu berkisar Rp60 ribu sampai Rp70 ribu, kini terjun bebas menjadi Rp50 ribu hingga Rp60 ribu. Margin keuntungan pun tergerus habis.
Fenomena ini mengurangi daya tawar petani secara signifikan. Saat pabrikan besar mundur, para petani kehilangan pegangan. Sementara pabrikan kecil memanfaatkan situasi tersebut untuk menekan harga.
“Pabrikan kecil masuk, bilangnya stok di petani masih banyak. Mereka beli dengan tawaran harga yang bisa dinego, tapi tetap jauh lebih rendah,” jelas Pujiyono lagi.
Kondisi ini memunculkan rasa frustasi di kalangan petani. Banyak dari mereka yang mengandalkan hasil tembakau sebagai pendapatan utama keluarga. Beberapa bahkan sudah terlanjur meminjam modal untuk musim tanam sebelumnya.
Di sisi lain, pihak pemerintah daerah berusaha mencari solusi. Bupati Temanggung, Agus Setyawan, mengonfirmasi bahwa dirinya bersama anggota DPRD dan perwakilan petani telah melakukan audiensi langsung ke kantor pusat Gudang Garam di Kediri, Jawa Timur.
Dalam pertemuan itu, perwakilan perusahaan menjelaskan bahwa keputusan menghentikan pembelian tembakau dari Temanggung bersifat sementara. Alasannya adalah penurunan drastis penjualan rokok di pasar domestik.
Menurut Agus, permintaan rokok di pasar nasional memang mengalami penurunan signifikan. Hal ini berdampak langsung pada kebijakan pembelian bahan baku, termasuk tembakau rajangan dari Temanggung.
Meski alasan tersebut bisa dimengerti, namun bagi para petani, keputusan itu tetap menyakitkan. Mereka tak punya banyak pilihan selain menunggu atau menjual dengan harga murah.
Ketidakpastian inilah yang kini menjadi momok di tengah masyarakat petani tembakau. Banyak pihak berharap ada solusi jangka pendek dan jangka panjang agar kejadian serupa tak terus berulang setiap musim panen. (*)