NARAKITA, JAKARTA – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengingatkan para pelaku industri kosmetik agar tidak sembarangan memberikan klaim terhadap produk mereka. Pernyataan berlebihan tanpa dasar ilmiah yang sahih dapat dikategorikan sebagai penipuan dan berpotensi berujung pada proses hukum.
“Jika ada yang menjual, mendistribusikan, atau menggunakan produk farmasi, termasuk kosmetik, yang tidak memenuhi standar, maka itu bisa masuk ke ranah pidana,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Peringatan keras ini merujuk pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, khususnya Pasal 435, yang menyebutkan bahwa pelanggaran standar keamanan dan klaim yang menyesatkan dapat dikenakan sanksi berat.
Ancaman hukuman bagi pelaku tidak main-main: penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar. Taruna mencontohkan praktik overclaim yang sering ditemukan, seperti produk yang disebut mampu memutihkan kulit sekaligus menyembuhkan jerawat, padahal tidak memiliki dasar pembuktian ilmiah sesuai standar BPOM.
“Overclaim seperti itu bukan sekadar salah, tapi pelanggaran hukum,” tegasnya.
Ia menambahkan, review yang berisi klaim berlebihan pun bisa masuk kategori pelanggaran, apalagi bila dilakukan oleh pihak produsen atau atas sepengetahuan mereka. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pelaku usaha kosmetik di tanah air.
Di sisi lain, masyarakat pun diajak untuk turut serta mengawasi peredaran produk-produk kosmetik dan farmasi. BPOM telah menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 16 Tahun 2025 (PerBPOM 16/2025), yang memberikan ruang bagi masyarakat dalam pengawasan keamanan produk kesehatan dan pangan olahan.
“Peran masyarakat sangat penting untuk menciptakan sistem pengawasan yang transparan dan efektif,” kata Taruna.
Ia menjelaskan bahwa pengawasan ini bukan hanya tugas pemerintah semata. Keterlibatan konsumen dibutuhkan, terutama dalam melaporkan produk-produk dengan klaim yang terkesan bombastis namun tidak terbukti manfaatnya.
“Kalau masyarakat menemukan kosmetik yang menjanjikan hal luar biasa tanpa bukti, bisa langsung lapor ke BPOM,” ujarnya.
Keterbukaan informasi dan partisipasi publik dinilai menjadi pilar penting dalam pengendalian produk-produk yang beredar luas di pasaran.
Dengan regulasi yang semakin ketat, diharapkan praktik overclaim di industri kecantikan dapat diminimalkan. Langkah ini juga diambil untuk melindungi konsumen dari produk-produk yang tidak aman atau menyesatkan.
BPOM mengingatkan bahwa setiap produk kosmetik wajib memenuhi syarat keamanan, mutu, dan manfaat, sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jangan sampai masyarakat tertipu oleh janji-janji manis yang tidak terbukti secara ilmiah,” tutur Taruna.
Langkah ini sekaligus memperkuat integritas pasar kosmetik nasional agar tidak dikotori oleh praktik-praktik manipulatif yang merugikan konsumen.
BPOM juga terus melakukan sosialisasi kepada pelaku industri untuk meningkatkan pemahaman mengenai batas-batas klaim produk yang diperbolehkan secara hukum.
Melalui pendekatan edukatif dan hukum yang seimbang, BPOM berharap bisa mendorong tumbuhnya industri kecantikan yang lebih jujur, aman, dan bertanggung jawab di masa depan. (*)