NARAKITA, JAKARTA – Riak baru muncul di permukaan Kementerian Ketenagakerjaan. Di tengah penyidikan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan meminta klarifikasi dari dua nama penting: Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah.
Keduanya bukan sosok asing di lingkup kementerian tersebut. Hanif menjabat pada periode Kabinet Kerja di bawah Presiden Jokowi yang pertama, sementara Ida hadir di kabinet kedua, mengawal sektor ketenagakerjaan di masa pandemi hingga akhir masa jabatan.
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, menjelaskan bahwa kehadiran keduanya sebagai pihak yang akan diklarifikasi merupakan bagian dari upaya penelusuran menyeluruh atas praktik dugaan pungutan tak sah yang terjadi bertahun-tahun di kementerian.
“Kami akan klarifikasi apakah praktik ini dilakukan dengan sepengetahuan atau mungkin bahkan atas izin pimpinan tertinggi di kementerian,” ujar Budi dalam keterangan pers yang digelar pada Kamis (5/6).
Pernyataan tersebut menjadi sinyal bahwa penyidikan yang sedang berjalan tidak hanya berhenti pada para tersangka yang telah ditetapkan, tapi juga menjangkau struktur organisasi yang lebih tinggi.
Menurut Budi, pola pemerasan yang ditemukan dalam perkara ini tidak bersifat kasuistik. Ada indikasi kuat bahwa praktik tersebut dilakukan secara sistematis dan berjenjang, serta telah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
“Sudah sejak tahun 2012 praktik ini berjalan, bukan hal baru, dan itulah kenapa kita perlu tarik garis lebih panjang ke belakang,” ungkapnya.
Dari dokumen dan kesaksian yang dikumpulkan sejauh ini, penyidik menemukan jejak penerimaan uang oleh oknum di kementerian senilai kurang lebih Rp53 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari pemilik perusahaan yang ingin mengurus perizinan penggunaan tenaga kerja asing.
Angka itu merujuk pada periode 2019 hingga 2024, saat delapan nama telah resmi menjadi tersangka. Inisial mereka adalah SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE.
Sebagian dari mereka diketahui merupakan pejabat struktural di kementerian tersebut yang memiliki peran kunci dalam memproses administrasi RPTKA.
“Jadi bukan sekadar permainan individu. Ini jaringan yang bekerja dalam skema tertentu,” tambah Budi.
Pemanggilan dua mantan menteri, menurut Budi, tidak semata menyoal pertanggungjawaban, tetapi juga untuk membuka celah informasi tentang bagaimana sistem pengawasan di kementerian bekerja selama ini.
Dalam situasi seperti ini, kesaksian dari pucuk pimpinan di masa lalu bisa membantu memetakan kemungkinan adanya pembiaran, ketidaktahuan, atau justru keterlibatan yang tidak langsung.
Publik pun mulai menaruh perhatian pada perkembangan kasus ini. Sebab, Kemenaker bukan institusi kecil. Kebijakannya menyangkut jutaan pekerja, baik lokal maupun asing, serta memengaruhi stabilitas hubungan industrial nasional.
Sementara itu, pihak Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah belum memberikan tanggapan resmi atas rencana pemanggilan oleh KPK. Namun sejumlah pengamat menilai, proses klarifikasi ini menjadi ujian integritas bagi keduanya yang selama ini dikenal sebagai tokoh politik moderat dan berlatar belakang aktivis.
Secara hukum, kehadiran mereka di ruang klarifikasi bukan berarti telah berstatus tersangka atau terlibat. Namun tetap saja, pertanyaan publik akan terus bergulir: sejauh mana mereka mengetahui praktik-praktik di bawah struktur kementerian yang pernah mereka pimpin?
Pakar hukum administrasi negara, Taufiqurrahman, menyebut bahwa langkah KPK ini cukup tepat. “Klarifikasi dari mantan pimpinan akan memberi konteks yang lebih utuh atas struktur pengambilan keputusan di masa lalu,” ujarnya.
Kasus RPTKA ini juga menjadi pengingat bahwa urusan tenaga kerja asing bukan hanya soal administratif, tetapi juga soal etika birokrasi. Apalagi praktik korupsi di sektor ini bisa memengaruhi iklim investasi dan kepercayaan publik.
KPK memastikan bahwa penyidikan akan terus berjalan secara objektif. Siapa pun yang dinilai perlu dimintai keterangan akan dipanggil, tanpa memandang jabatan di masa lalu.
Proses hukum pun kini bergerak maju. Sejumlah berkas telah disusun dan pengembangan penyidikan terus berlanjut. Jika terbukti ada keterlibatan di level atas, bukan tidak mungkin akan ada babak baru dalam kasus ini.
Untuk sementara, publik menanti kejelasan dari para pihak yang disebut. Momen klarifikasi nanti mungkin akan membuka lebih banyak hal yang sebelumnya luput dari perhatian. (*)