NARAKITA, JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menilai usulan agar presiden dapat menunjuk langsung gubernur berpotensi menyalahi konstitusi. Menurutnya, dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 secara tegas dinyatakan bahwa kepala daerah, yakni gubernur, bupati, dan wali kota, dipilih secara demokratis.
“Ide tersebut berpotensi mengangkangi konstitusi. Penunjukan gubernur oleh presiden tanpa keterlibatan DPRD bisa dikategorikan inkonstitusional,” tegas Rifqi melalui rilis, Jumat (25/7/2025).
Meski demikian, Rifqi mengakui bahwa gagasan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar itu agar pemilihan kepala daerah tidak lagi dilakukan secara langsung, masih memiliki landasan konstitusional. Hal ini karena dalam Pasal 18 Ayat (4) tidak secara spesifik menyebut mekanisme direct election, melainkan hanya menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis.
“Ada dua pendekatan yang sah secara konstitusi. Pertama adalah direct democracy sebagaimana yang kita laksanakan saat ini melalui UU Nomor 10 Tahun 2016, dan kedua adalah indirect democracy yakni pemilihan melalui DPRD,” jelasnya.
Namun yang menjadi perhatian utama, lanjut Rifqi, adalah bagian dari pidato Muhaimin Iskandar yang mengusulkan agar gubernur tidak dipilih oleh DPRD, melainkan ditunjuk langsung oleh Presiden karena posisinya sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.
“Ide inilah yang berpotensi inkonstitusional,” tegas politisi Partai NasDem ini.
Sebagai solusi untuk menengahi, Rifqi menawarkan skema kompromi konstitusional, yakni presiden mengusulkan satu hingga tiga nama calon gubernur kepada DPRD provinsi, yang kemudian nama-nama calon gubernur tersebut dipilih melalui mekanisme paripurna DPRD. Jika hanya satu nama, maka DPRD akan melakukan proses persetujuan.
“DPRD adalah representasi rakyat di daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu. Jadi, jika pengambilan keputusan tetap melalui DPRD, maka prinsip demokratis dalam UUD masih terjaga,” pungkasnya.
Terpisah, Sekjend Partai Demokrat Herman Khaeron mengaku masih mendiskusikan usulan Cak Imin tersebut. Dikatakannya, semua pandangan dan pendapat yang berkembang, menjadi masukan dan bahan diskusi bagi internal partainya.
“Keputusan terbaik tentu sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat. Misalnya pada tahun 2014 lalu, Ketika lahir Perppu terkait pilkada langsung. Itu pun didasarkan pada preferensi Sebagian besar masyarakat,” ungkapnya, Sabtu (26/7/2025).
Herman menekankan, partainya menyadari keputusan politik terbaik yang menyangkut masyarakat, rujukannya adalah aspirasi rakyat atau masyarakat itu sendiri.
Partai Demokrat juga meminta agar para politisi tidak gegabah melempar usulan terkait politik ke publik. Mengingat saat ini DPR sedang membahas UU Pilkada sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 135/PUU-XII/2024 yang memisahkan pemilu menjadi pemilu nasional dan pemilu daerah.
“Kalau ukurannya biaya pemilukada mahal karena money politik sih, dengan penunjukan oleh pemerintah pusat, pastinya terkurangi. Namun kita harus mempertimbangkan demokrasinya sesuai dengan Amanah konstitusi UUD 1945 atau tidak,” tukas Herman.(*)