NARAKITA, SEMARANG– Komisi X DPR RI menyoroti ketimpangan antara sistem pendidikan vokasi dan kebutuhan pasar kerja di Jawa Tengah. Dalam kunjungan kerja ke Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah pada Jumat (25/7), para anggota dewan mengungkapkan keprihatinannya terhadap tingginya angka pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), serta rendahnya rerata lama sekolah penduduk di wilayah tersebut.
Wakil Ketua Komisi X, Himmatul Aliyah menyatakan, kualitas pendidikan di Jawa Tengah belum menunjukkan perbaikan signifikan. Berdasarkan data BPS, lulusan SMK menjadi penyumbang tertinggi angka pengangguran, yakni sebesar 6,83 persen.
“Ini menunjukkan ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dan kebutuhan riil dunia kerja. Banyak lulusan SMK belum siap terjun ke industri, bahkan masih belum akrab dengan teknologi yang dibutuhkan di lapangan,” kata Himmatul.
Ia menambahkan, lemahnya infrastruktur pendidikan vokasi, terutama minimnya sarana praktik dan pelatihan yang memadai, turut memperburuk kesiapan lulusan menghadapi tantangan industri 4.0. Komisi X mendorong adanya pembaruan kurikulum serta peningkatan fasilitas SMK agar lebih responsif terhadap dinamika pasar kerja.
Pendidikan Dasar
Senada dengan itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Utama BPS RI, Edy Mahmud mengungkapkan, rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Tengah yang berusia di atas 15 tahun hanya 8,47 tahun, masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 9,22 tahun.
“Angka tersebut setara dengan tingkat kelas tiga SMP. Ini menjadi indikator bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasar secara utuh,” ujarnya.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, turut mengemukakan persoalan serupa. Ia menyebutkan sekitar 500 ribu anak usia sekolah di provinsi ini tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, sebagian besar adalah lulusan SD hingga SMA.
“Pendidikan di Jateng menghadapi tantangan besar, dari akses yang belum merata, rendahnya mutu pengajaran, hingga belum optimalnya peran guru. Dibutuhkan langkah afirmatif yang lebih menyentuh akar masalah,” tegasnya.
Komisi X DPR RI berharap hasil pemantauan ini menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan nasional yang lebih adaptif, baik dalam penguatan pendidikan vokasi maupun perluasan akses pendidikan dasar dan menengah di daerah. (*)