NARAKITA, SEMARANG – Mantan calon Wakil Bupati Purbalingga, Zaini Makarim Supriyanto meminta dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan kasus korupsi pembangunan Jembatan Merah Purbalingga.
“Saya mohon agar diputus bebas atau setidak-tidaknya lepas dari tuntutan jaksa penuntut umum,” ucap terdakwa Zaini saat membaca nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (9/7/2025).
Sebelumnya, Zaini dinyatakan bersalah tidak menjalankan tugasnya sebagai konsulkan pembangunan jembatan, sehingga proyek tersebut dikorupsi dan merugikan negara.
Zaini lantas dituntut dituntut hukuman 5 tahun 6 bulan, serta denda Rp600 juta.
Dalam sidang pembelaan, Zaini mengatakan, dari awal ia tidak ada niatan untuk menjadi konsultan pengawas dalam paket pekerjaan Jembatan Merah.
“Terbukti saya tidak ikut lelang perencanaan sebelumnya yang diadakan 2016. Serta saya juga tidak ikut lelang dalam pengawasan tahun 2017,” ujarnya.
Namun, pada akhir 2017 ternyata proyek ini mengalami putus program. Zaini terlibat pada 2018 karena ada penunjukan langsung dari Dinas PUPR Kabupaten Purbalingga.
“Karena saya sudah ditunjuk, maka saya saat itu saya tidak enak untuk menolak. Nanti dikiranya saya pilih-pilih paket pekerjaan yang gampang-gampang,” urainya.
Saat itu PPK menjelaskan bahwa pekerjaan tahap kedua tahun 2018 hanya diminta fokus pada pekerjaan struktur beton saja. Dikarenakan dalam pengerjaan baja sudah diadakan tahun 2017.
Sertifikat tentang mutu baja juga sudah ada semua. Waktu itu Zaini sebagai konsultan pengawas hanya percaya saja bahwa spesifikasi tersebut adalah asli.
“Kami baru tahu kalau itu palsu ya setelah proses persetujuan ini,” imbuhnya.
Dia juga mengatakan, keberadaaan konsultan pengawas dalam pekerjaan Jembatan Merah tahap kedua ini diabaikan oleh dinas dan kontraktor selama proses pelaksanaannya.
Zaini meminta belas kasihan majelis hakim. “Saya pribadi merasa kapok atau trauma dan tidak mau lagi menjadi konsultan,” bebernya.
Dia menegaskan, uang yang ia terima dari pengawasan proyek sebesar Rp40 juta sudah dibagi ke semua tim yang terlibat dalam pengawasan proyek.
Namun, sebagai itikad baik, ia merogoh uang pribadi untuk mengembalikan bayaran konsultan tersebut ke rekening kas daerah, jauh sebelum perkara ini disidangkan.
“Jadi boro-boro saya mendapatkan suatu keuntungan dari paket pekerjaan ini, justru sebaliknya saya malah rugi karena ada pengembalian,” imbuhnya.
Dalam kasus ini, Zaini diadili bersama empat terdakwa lain. Masing-masing mantan Kepala Dinas PUPR Purbalingga, Setiyadi dan Priyo Satmoko, serta dua pihak swasta bernama Doni Erawan dan Imam Subagyo.
Terdakaa utamanya Donny selaku pelaksana proyek. Dia dituntut 12 tahun 6 bulan penjara, denda Rp600 juta, dan membayar uang pengganti Rp13,3 miliar.
Kemudian terdakwa Setiyadi yang merupakan Kepala Dinas PUPR Purbalingga tahun 2017-2018, dituntut bui 7 tahun dan denda Rp600 juta.
Lalu, terdakwa Priyo Satmoko selaku Kepala Dinas PUPR Putbalingga tahun 2018, dituntut penjara 6 tahun dan denda Rp600 juta.
Terakhir, Imam Subagyo selaku konsultan pengawas proyek, dituntut penjara 6 tahun dan denda Rp600 juta. (bae)