SURAT Keputusan (SK) terkait pengesahan perpanjangan pengurus DPP PDI Perjuangan, yang diterbitkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham RI) kembali digugat. Dan pada Rabu (2/7/2025), sidang atas gugatan itu digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Penggugatnya adalah Johannes Anthonius Manoppo dan Gogot Kusumo Wibowo yang mengaku ‘kader’ PDI Perjuangan. Kuasa hukumnya, Anggiat BM Manalu yang tak lain adalah kuasa hukum penggugat sebelumnya. Pihak tergugat Kemenkumham RI dan tergugat intervensi PDI Perjuangan.
Sayangnya, sidang atas gugatan pada Rabu (2/7/2025) ditunda lantaran ahli dan saksi dari pihak penggugat tidak hadir.
Sebagai informasi, materi gugatan perkara ini sebagaimana dalam teregister dengan nomor perkara 113/G/2025/PTUN.JKT, menggugat Kemenkumham RI lantaran mengesahkan kepengurusan DPP PDI Perjuangan periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025.
Dalam sidang kemarin, seyogyanya penggugat menghadirkan saksi dan ahli. Namun sampai majelis hakim PTUN Jakarta membuka persidangan, saksi dan ahli yang diajukan penggugat tidak menampakkan batang hidungnya. Sementara tergugat, yakni Kemenkumham RI menyerahkan dua alat bukti tambahan ke majelis.
Bukan kali ini saja SK perpanjangan kepengurusan DPP PDI Perjuangan perioe 2024-2025, digugat oleh orang yang mengaku sebagai kader partai berlambang banteng moncong putih ini. Pada 9 September 2024, sejumlah “kader” bernama Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujo menggugat kepengurusan DPP partai besutan Megawati Soekarno Putri ke PTUN Jakarta. Nomor perkara gugatan ini 311/G/2024/PTUN/JKT teregister di PTUN Jakarta.
Namun gugatan itu akhirnya dicabut para penggugat karena merasa dijebak oleh Anggiat BM Manalu. Para penggugat ini dimintai Anggiat untuk tandatangan atas materai pada kertas kosong. Ternyata kertas kosong itu digunakan untuk surat kuasa mengajukan gugatan ke PTUN oleh Anggiat BM Manalu.
Selaku pihak tergugat intervensi, PDI Perjuangan tidak ambil pusing dengan gugatan tersebut. Juru Bicara DPP PDI Perjuangan Ronny Talapessy mengatakan, gugatan itu dilayangkan pengacara yang kurang kerjaan.
Tidak jauh berbeda dengan gugatan sebelumnya, Roni menilai bahwa gugatan ini juga dilayangkan oleh kader fiktif.
Anggota Tim Hukum DPP PDI Perjuangan,Johannes Obrlin Tobing menilai bahwa gugatan terhadap SK perpanjangan kepengurusan partai sarat dengan muatan politik.
Selain itu, gugatan dinilai cacat hukum lantaran diajukan jauh dari tenggat Waktu pengajuan gugatan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Gugatan seharusnya diajukan minimal 90 hari sejak SK diterbitkan. Karena SK kepenurusan terbit pada Juli 2024, sehingga ketika SK tersebut digugat pada 2025, mestinya langsung gugur tanpa menunggu proses sidang.
Namun kenyataannya, PTUN mengabulkan gugatan tersebut dan menggelar sidang. Wajar jika Johannes dan Tim Hukum DPP PDI Perjuangan menilai adanya indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu yang mencoba melemahkan posisi kelembagaan partai, terutama posisi Ketua Umum Megawati Soekarno Putri.
Siapa kira-kira pihak yang ingin melemahkan kelembagaan PDI Perjuangan dan Megawati Soekarno Putri?(*)