NARAKITA, PURBALINGGA — Desing knalpot motor trail menggema dari lereng utara Kabupaten Purbalingga, tepatnya di Desa Gondang, Kecamatan Karangreja, Minggu (29/6/2025). Namun ini bukan sekadar ajang kebut-kebutan. Ratusan rider dari berbagai daerah berkumpul untuk satu misi: menaklukkan medan ekstrem sambil menebar jariyah.
Dengan tajuk Trabas Jariyah 2 Jelajah Puncak Gajah, acara ini bukan hanya soal adrenalin dan tanah berlumpur. Di balik medan yang menggoda para penggemar offroad, tersimpan niat mulia: membangun sarana ibadah dan pendidikan warga setempat.
Wakil Bupati Purbalingga, Dimas Prasetyahani, turun langsung menyemangati peserta. Ia juga mencoba menjajal sebagian jalur menantang, menunjukkan bahwa pemerintah setempat tidak sekadar hadir, tapi turut menyatu dengan semangat warga.
“Jelajahi alam ini dengan rasa syukur, bukan nafsu balapan. Yang kita cari bukan garis akhir, tapi keberkahan di setiap kilometer,” pesan Dimas di hadapan ratusan peserta.
Jalur yang disiapkan panitia dari komunitas Goa Lawa Trail Adventure (GTA) bukan main-main. Peserta harus melintasi perbukitan, sungai kecil, dan tanjakan-turunan licin menuju Puncak Gajah, kawasan indah di Karangjambu yang kini mulai dikenal sebagai surga trail.
Meski rutenya ganas, suasana di lapangan tetap cair. Tak ada klasemen atau penghargaan bagi yang tercepat. Setiap peserta bergerak dalam harmoni, saling bantu ketika motor terperosok, dan saling tunggu di tikungan sulit. Jiwa gotong royong justru lebih terasa di tengah kerasnya trek.
Ketua Panitia, Jamil Supriyono, menjelaskan bahwa seluruh keuntungan dari kegiatan ini akan digunakan untuk pembangunan Masjid Baitul Aman dan Madrasah Al Falah di Desa Gondang. Ia menekankan bahwa acara ini adalah bentuk “gaspol berpahala”, bukan pelampiasan hobi semata.
“Kami ingin bukti bahwa pencinta motor trail juga bisa punya misi sosial. Ini bukan hanya olahraga ekstrem, tapi juga jalan kebaikan,” ujar Jamil.
Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari warga dan pelaku UMKM setempat. Tenda-tenda makanan, warung kopi dadakan, hingga penjual onderdil kecil ramai dikunjungi peserta dan penonton. Ekonomi desa pun ikut berdenyut.
Dimas menyebut kegiatan semacam ini bisa jadi model event berbasis desa yang berkelanjutan. Ia berencana mendorong lebih banyak kegiatan offroad dan wisata petualangan bernuansa sosial di Purbalingga.
“Kita punya alam luar biasa. Kalau bisa dikelola dengan semangat kebersamaan, manfaatnya besar untuk masyarakat sekitar,” tuturnya.
Panitia membatasi peserta hanya 800 orang untuk menjaga keamanan dan kelestarian jalur. Namun animo tinggi menunjukkan bahwa even ini sudah jadi magnet bagi komunitas trail lintas daerah.
Di pos-pos pemberhentian, panitia menyediakan makanan ringan, air bersih, dan tempat rehat yang cukup memadai. Relawan medis dan tim keamanan dari TNI-Polri juga tampak sigap mengawasi jalannya kegiatan.
Yang menarik, beberapa peserta bahkan membawa serta anak atau istri yang menunggu di titik finish. Menunjukkan bahwa trabas bisa jadi kegiatan keluarga, selama dilakukan dengan bijak dan tetap mengedepankan keselamatan.
Dimas pun tak lupa memberi pesan penutup: agar kegiatan ini tidak hanya berhenti sebagai hiburan. Ia berharap kegiatan seperti Trabas Jariyah menjadi kebiasaan baru—berpetualang sambil berbagi.
“Kalau biasanya hobi cuma habiskan uang, ini malah jadi amal. Ini jalan hijrah dari hobi jadi ladang pahala,” pungkasnya.
Di akhir acara, panitia dan peserta berkumpul untuk doa bersama. Tak ada tepuk tangan atau pengumuman pemenang. Yang ada hanya senyum lelah dan haru, karena medan sudah ditaklukkan, dan niat baik telah disalurkan.
Dari jalur berbatu dan lumpur itulah, Trabas Jariyah membuktikan bahwa petualangan dan kepedulian bisa berjalan beriringan, bahkan dalam kepungan debu dan gemuruh mesin. (*)