NARAKITA, JAKARTA – Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi kuota haji khusus tahun 2024 terus bergulir. Di tengah proses itu, muncul nama Ustadz Khalid Basalamah yang turut memberikan keterangan penting kepada penyidik. Kehadiran dai kondang tersebut dinilai menjadi salah satu titik terang dalam pengungkapan perkara yang tengah didalami.
KPK menyatakan bahwa informasi yang diberikan oleh Ustadz Khalid sangat membantu proses penyusunan kronologi serta konstruksi awal dugaan pelanggaran.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa keterangan itu memperkuat dasar analisis yang kini tengah dilakukan oleh tim penyidik.
“Setiap informasi dan keterangan yang disampaikan tentu sangat dibutuhkan oleh tim KPK untuk mengurai konstruksi perkara ini,” kata Budi dalam keterangan tertulis pada Rabu, 25 Juni 2025.
Pada Senin, 23 Juni lalu, Ustadz Khalid memenuhi undangan KPK dan bersikap kooperatif sepanjang pemeriksaan. Ia menjawab semua pertanyaan penyidik dan menyampaikan keterangan sesuai dengan yang dibutuhkan. Menurut KPK, keterbukaan tersebut membantu mempercepat laju penyelidikan.
Budi menambahkan bahwa peran tokoh agama dalam proses hukum seperti ini sangat diapresiasi. KPK menganggap hal tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kontribusi langsung dalam membangun sistem pemerintahan yang bersih, khususnya dalam pengelolaan ibadah yang bersifat sakral seperti haji.
Pihak KPK juga tidak menutup kemungkinan akan melakukan pemanggilan ulang kepada sejumlah pihak, termasuk kepada Ustadz Khalid apabila dinilai perlu untuk memberikan tambahan informasi. Proses penyelidikan yang masih berlangsung membuka ruang untuk penggalian lebih dalam terhadap bukti dan keterangan.
Perlu dicatat bahwa penyelidikan ini masih berada pada tahap awal. Belum ada penetapan tersangka maupun peningkatan status menjadi penyidikan. KPK masih mengumpulkan berbagai dokumen, keterangan, serta bukti-bukti pendukung yang relevan.
Salah satu fokus utama KPK dalam perkara ini adalah pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah dari Arab Saudi untuk Indonesia pada musim haji 2024. Kuota tersebut dibagi dua oleh Kementerian Agama, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Namun, pola pembagian itu menjadi sorotan setelah ditemukan indikasi penyimpangan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto sebelumnya menyebut bahwa dugaan korupsi kuota haji ini bukan semata terjadi pada tahun 2024. Indikasi praktik serupa sudah pernah muncul di tahun-tahun sebelumnya, hanya saja belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga sedang melakukan kajian terhadap dugaan kejanggalan dalam proses pelaksanaan ibadah haji, termasuk dalam distribusi dan pengelolaan kuota. DPR menyoroti kurangnya transparansi serta potensi permainan kuota yang merugikan jemaah dan mencederai nilai keadilan.
KPK menegaskan akan terus mendalami setiap informasi yang masuk, termasuk dokumen dan komunikasi elektronik yang berkaitan dengan pelaksanaan haji khusus. Tim penyidik disebut telah memetakan sejumlah pihak yang berpotensi terlibat dan siap mengambil langkah hukum bila ditemukan cukup bukti.
Selain upaya penegakan hukum, sejumlah pihak juga mendesak adanya audit menyeluruh terhadap sistem distribusi kuota haji. Tujuannya adalah untuk memastikan sistem berjalan secara transparan dan akuntabel, sekaligus menutup celah penyimpangan di masa mendatang.
Keterlibatan Ustadz Khalid dalam proses penyelidikan ini juga memunculkan harapan agar tokoh-tokoh agama lainnya turut mendukung pemberantasan korupsi. Keterbukaan dan kejujuran dari kalangan ulama dinilai bisa menjadi kekuatan moral yang menekan praktik koruptif di sektor keagamaan.
KPK memastikan akan menjalankan proses ini secara independen dan profesional. Segala informasi yang dikumpulkan, termasuk dari tokoh agama, akan dianalisis secara objektif tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Masyarakat kini menanti bagaimana hasil dari penyelidikan ini berkembang. Apakah akan ada penetapan tersangka atau justru membuka skandal yang lebih besar? Yang pasti, KPK telah mengisyaratkan bahwa penyalahgunaan dalam urusan ibadah, apalagi haji, adalah pelanggaran berat yang tidak bisa ditoleransi. (*)