NARAKITA, JAKARTA — Kecerdasan Artifisial atau Artificial Intelligence (AI) membuat emisi karbon perusahaan teknologi melonjak hingga 150 persen, dalam kurun waktu 2020-2023.
Memang, penggunaan AI meningkatkan emisi karbon secara tak langsung.
AI meningkatkan emisi karbon melalui operasional pusat data, berdasarkan laporan terbaru dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Setiap aktivitas yang dilakukan chatbot atau teknologi berbasis AI ternyata membutuhkan energi, termasuk tenaga listrik dan air.
Sam Altman, CEO OpenAI yang membuat ChatGPT membeberkan berapa pengeluaran keduanya untuk AI.
The Verge mencatat air digunakan untuk pusat data AI sebagai cara mendinginkan server.
Menurut Altman, satu kueri ChatGPT menghabiskan 0,000085 galon air atau sekitar seperlima belas sendok teh.
Kecil memang jumlahnya, namun ini menjadi besar jika kueri yang dihadirkan setiap harinya mencapai miliaran.
Sementara untuk listrik, Altman mengatakan permintaan ChatGPT menghabiskan 0,34 watt-hours.
Ini sama seperti jumlah listrik untuk oven selama lebih dari sedetik atau bohlam hemat energi dalam dua menit, dikutip dari Tech Times, Sabtu (14/6/2025).
Sementara, Persatuan Telekomunikasi Internasional (International Telecommunication Union/ITU) menyebutkan penggunaan AI oleh raksasa teknologi Amazon, Microsoft, Alphabet dan Meta telah memicu kenaikan emisi karbon tidak langsung karena besarnya konsumsi energi pusat data (data centre).
Emisi tidak langsung sendiri mencakup gas rumah kaca yang berasal dari konsumsi sistem kelistrikan, tenaga uap, pemanas dan pendingin oleh perusahaan.
Emisi karbon dari operasional Amazon naik paling tinggi dalam periode tersebut, yakni sebesar 182 persen pada 2023 dibandingkan 3 tahun sebelumnya.
Microsoft menyusul di peringkat kedua dengan kenaikan 155 persen, kemudian Meta naik 145 persen dan Alphabet naik 138 persen.
Laporan ITU sendiri melacak emisi gas rumah kaca dari 200 perusahaan teknologi terkemuka selama kurun 2020 dan 2023.
Menanggapi laporan ini, Meta yang mengoperasikan Facebook, Instagram dan WhatsApp meminta Reuters untuk merujuk ke laporan keberlanjutan perusahaan.
Manajemen Meta menyatakan bahwa mereka tengah mengupayakan pengurangan emisi karbon, konsumsi energi dan air untuk operasional pusat datanya.
Sementara itu, Amazon menyatakan komitmen mereka untuk menerapkan praktik yang lebih berkelanjutan dengan berinvestasi pada proyek-proyek bebas karbon, termasuk di antaranya energi terbarukan dan nuklir.
Microsoft, yang merujuk pada laporan keberlanjutannya, menyebutkan bahwa perusahaan telah menggandakan efisiensi penggunaan daya tahun lalu.
Perusahaan kini tengah beralih ke sistem pendingin berbasis cair pada tingkat chip untuk menggantikan sistem pendingin konvensional demi mengurangi konsumsi energi pusat data.
AI beban tinggi infrastruktur energi
Seiring meningkatnya investasi dalam teknologi AI, laporan ITU memperkirakan bahwa emisi karbon dari sistem AI dengan emisi tertinggi bisa mencapai hingga 102,6 juta ton CO2 per tahun.
Kebutuhan daya untuk pusat data yang digunakan dalam pengembangan AI juga berpotensi membebani infrastruktur energi yang sudah ada.
“Pertumbuhan pesat kecerdasan buatan tengah mendorong lonjakan tajam dalam permintaan listrik global, dengan konsumsi listrik oleh pusat data meningkat empat kali lebih cepat dibandingkan kenaikan konsumsi listrik secara keseluruhan,” tulis laporan tersebut.
Laporan itu juga mencatat bahwa meski makin banyak banyak perusahaan digital yang menetapkan target pengurangan emisi, ambisi tersebut belum sepenuhnya tercermin dalam penurunan emisi yang nyata. (*)