NARAKITA, JAKARTA – Pembangkit listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan didominasi oleh pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT), pada 2034.
Hal ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, di mana pemerintah berupaya mewujudkan transformasi energi bauran energi dengan penambahan 75 persen kapasitas yang berasal EBT.
Pada RUPTL terbaru ini, pemerintah menargetkan tambahan 10,3 Giga Watt (GW) pembangkit listrik berbasis gas akan dibangun sampai 2034 mendatang.
Berkaitan dengan rencana tersebut, pemerintah akan berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
“Jadi, ini merupakan transisi yang baik untuk gendong dulu sampai nanti pada saatnya ini betul-betul kita mendorong highly atau massive penetration of EBT. Dan memang, by design, RUPTL kita sudah didesain dengan 75% dari EBT,” kata EVP Strategic Risk Management Policy PLN Daniel K. Fernando Tampubolon, di Jakarta, baru-baru ini.
Di dalam RUPTL terbaru tersebut, paparnya, rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik hingga 2034 ditargetkan mencapai 69,5 Giga Watt (GW).
Dari total kapasitas tersebut, mayoritas tambahan pembangkit berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) yakni mencapai 61 persen atau sekitar 42,6 GW.
Lalu 15 persen berasal dari sistem penyimpanan baterai (storage) yakni sebesar 10,3 GW, sedangkan 16,6 GW dari pembangkit berbasis energi fosil.
Adapun rincian untuk kapasitas pembangkit EBT adalah sebagai berikut Surya: 17,1 GW, Air: 11,7 GW, Angin: 7,2 GW, Panas bumi: 5,2 GW, Bioenergi: 0,9 GW, Nuklir: 0,5 GW.
Sementara itu, untuk kapasitas sistem penyimpanan energi mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW.
Kemudian, untuk pembangkit fosil masih akan dibangun sebesar 16,6 GW, terdiri dari gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW. (*)