NARAKITA, SEMARANG – Kementerian Kesehatan sempat kesulitan mengusut kasus bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) karena dihalangi Kepala Program Studi (Kaprodi).
Ketua Tim Pemeriksa Kasus PPDS Undip dari Inspektorat Kemenkes, Pamor Nainggolan mengatakan, Kaprodi PPDS, Taufik Eko Nugroho berupaya mengondisikan jawaban para saksi.
Kata dia, Kaprodi mengarahkan supaya para saksi tutup mulut sembari mengancam jika nanti terbuka dan salah jawab bisa-bisa ditersangkakan.
Adanya pengondisian ini, tim Inspektorat Kemenkes kesulitan mendapatkan informasi, termasuk saat melakukan klarifikasi ke mahasiswa PPDS.
Intevensi Kaprodi bahkan sampai ke upaya menghilangkan barang bukti.
Kata Pamor, Kaprodi menginstruksikan intuk menyembunyikan alat komunikasi yang bisa digunakan untuk menggali informasi terkait kasus perundungan.
“Ada instruksi untuk menyembunyikan handphone,” bebernya, Rabu (4/6/2025).
Akhirnya, saat para saksi diperiksa mereka tak bersedia memberikan HP-nya. Mereka mengatakan HP-nya ganti, rusak, dan tidak ada backup.
Sisi lain, Pamor mengungkap upaya Kemenkes mendatangi Polda Jawa Tengah untuk memaksa penanganan perkara ini agar diarahkan pada kasis bullying atau perundungan.
Pamor juga mengungkap jika almarhum dr Aulia Risma Lestari mendapatkan tindakan perundungan selama menempuh pendidikan PPDS Anestesi FK Undip di RSUP Dr Kariadi Semarang.
“Korban mengalami perundungan,” ungkapnya.
Bentuk perundungannya macam-macam, mulai dari adanya sistem kasta yang menindas junior hingga adanya pungutan iuran ilegal yang besarannya per mahasiswa antara Rp60 juta sampai Rp 80 juta. (bai)