NARAKITA, JAKARTA – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di Indonesia sepertinya akan berlanjut.
Layanan belanja online TikTok Shop dikabarkan akan segera melakukan PHK massal terhadap sejumlah karyawannya di Indonesia, paling cepat Juli 2025.
Dikutip dari Bloomberg, Minggu (1/6/2025), PHK TikTok Shop dilakukan sebagai langkah pemangkasan biaya setelah merger dengan Tokopedia pada tahun lalu.
TikTok Shop memangkas staf di seluruh tim e-commerce, termasuk logistik, operasional, pemasaran, dan pergudangan, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Langkah TikTok Shop PHK karyawan lebih lanjut akan dilakukan paling cepat pada Juli 2025, kata salah satu sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena diskusi tersebut belum dipublikasikan.
PHK tersebut akan membuat Tokopedia dan TikTok Shop memiliki sekitar 2.500 karyawan secara total di Indonesia.
Seorang juru bicara TikTok mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perusahaan tersebut secara teratur menilai kebutuhan bisnisnya dan membuat penyesuaian untuk memperkuat organisasinya dan melayani pelanggan dengan lebih baik, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
“Kami terus berinvestasi di Tokopedia dan Indonesia sebagai bagian dari strategi kami untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi yang berkelanjutan,” ujarnya.
TikTok Shop tengah mempercepat perombakan operasinya di Indonesia, dengan mengurangi sebagian besar staf yang diperolehnya setelah bergabung dengan Tokopedia milik GoTo Group dalam kesepakatan senilai 1,5 miliar dollar AS.
Indonesia merupakan salah satu pasar awal bagi ambisi e-commerce ByteDance, tetapi persaingannya ketat dengan Shopee milik Sea Ltd. dan Lazada milik Alibaba Group Holding Ltd.
Setelah merger TikTok Shop dan Tokopedia selesai awal tahun lalu, bisnis e-commerce ByteDance di Indonesia memiliki sekitar 5.000 karyawan.
Merger ini memungkinkan ByteDance untuk memulai kembali bisnisnya di Indonesia dan mematuhi peraturan.
Indonesia memberlakukan aturan untuk melindungi layanan e-commerce lokal dan bisnis kecilnya agar tidak dirugikan oleh perusahaan asing yang lebih besar. (*)