NARAKITA, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kini menghadapi tekanan politik dan publik yang makin menguat. Serangkaian pernyataan dan kebijakan kontroversial telah menempatkan posisinya dalam situasi krisis, hingga muncul tuntutan terbuka agar Presiden Prabowo Subianto segera mencopotnya dari jabatan Menkes.
Sorotan tajam datang dari kalangan akademisi kedokteran sendiri. Ketua Ikatan Alumni FKUI, Wawan Mulyawan, secara tegas meminta Presiden mengambil langkah tegas mengganti Menkes yang dianggap telah melewati batas. Seruan ini disampaikan langsung di Gedung FKUI Salemba, Jakarta, dan menjadi isyarat keras bahwa kepercayaan dari komunitas medis terhadap Budi telah menipis.
Rentetan kontroversi bermula dari pernyataan Budi yang dinilai menunjukkan loyalitas pribadi di luar garis konstitusi. Saat berkunjung ke rumah Presiden ke-7 Joko Widodo, ia menyebut Jokowi masih sebagai “bosnya”, meski kini ia secara resmi menjabat di bawah pemerintahan Presiden Prabowo. Ucapan itu dianggap tidak etis dan menciptakan kebingungan publik terhadap struktur pemerintahan.
Tak lama setelah itu, Budi kembali menjadi sorotan dalam forum “Double Check” di Jakarta. Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa orang dengan penghasilan Rp15 juta per bulan lebih sehat dan lebih cerdas dibanding mereka yang bergaji Rp5 juta. Pernyataan itu dianggap merendahkan dan mengabaikan fakta sosial, di mana akses terhadap kesehatan sering kali tidak berbanding lurus dengan besarnya pendapatan.
Tak kalah kontroversial, Budi menyampaikan pandangan bahwa ukuran celana jeans bisa dijadikan indikator kesehatan. Menurutnya, pria yang memakai ukuran celana di atas 32-33 berisiko lebih tinggi terkena obesitas dan meninggal lebih cepat. Ucapan tersebut menuai kecaman karena dianggap merendahkan dan terlalu menyederhanakan masalah kompleks seperti obesitas.
Meski ia membantah niat melakukan body shaming, publik tidak tinggal diam. Kritik menyebar luas, menyebut bahwa seorang pejabat negara semestinya menyampaikan pesan kesehatan dengan pendekatan edukatif, bukan dengan pernyataan yang bias dan menyudutkan.
Dari sisi kebijakan, Menkes Budi juga dikritik karena dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil. Banyak keputusan kementeriannya dinilai tidak berbasis data ilmiah dan cenderung elitis, memperlebar jurang ketimpangan akses layanan kesehatan antar kelompok sosial.
Di tengah berbagai tekanan, petisi yang menuntut pengunduran dirinya telah beredar di platform Change.org. Ribuan tanda tangan terus mengalir, menunjukkan bahwa keresahan terhadap kepemimpinannya bukanlah isu yang terbatas di kalangan elite atau akademisi saja, melainkan menyentuh lapisan masyarakat yang lebih luas.
Kebijakan-kebijakan yang tidak populis ini dinilai telah mencederai prinsip keadilan dalam layanan kesehatan. Dalam banyak kesempatan, Menkes lebih menekankan pada aspek preventif tanpa memperkuat sistem pengobatan yang adil dan merata.
Budi Gunadi sebelumnya menjabat sebagai Menkes pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, menggantikan Terawan Agus Putranto. Ketika Prabowo membentuk Kabinet Merah Putih, nama Budi kembali muncul dan dilantik pada 20 Oktober 2024. Namun, kini dukungan politik terhadapnya tampak mulai retak.
Nasib Budi sebagai Menkes kini berada di ujung tanduk. Dalam waktu dekat, semua tergantung pada keputusan Presiden Prabowo: mempertahankan menteri yang menuai badai atau merespons suara publik yang kian lantang menuntut perubahan di pucuk pimpinan sektor kesehatan nasional.