Senin, 7 Jul 2025
  • Feed
  • Like
  • Save
  • Aktivitas
  • Blog
  • Terkini
    • Kriminalitas dan Hukum
    • Politiik
  • Sport
    • Sepak Bola
  • Serba-serbi
  • Opini
🔥 HOT NEWS
EBT Bisa Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Global 21 Persen pada 2060, Ini Syaratnya
Google Dihukum Bayar Denda Rp 5 Triliun kepada Pengguna Android, Ini Kasusnya
Sekolah Rakyat di Jateng Dibuka, 1.075 Siswa Kurang Mampu Siap Terima Pendidikan Gratis
Jasad Notaris Perempuan Ditemukan di Sungai Citarum, Polisi Amankan Dua Terduga Pelaku
Kasus Penembakan Siswa SMKN 4, DPR Minta Publik Awasi Ketat Proses Hukum
Font ResizerAa
narakita.idnarakita.id
  • Terkini
  • Sport
  • Serba-serbi
  • Opini
Search
  • Terkini
    • Kriminalitas dan Hukum
    • Politiik
  • Sport
    • Sepak Bola
  • Serba-serbi
  • Opini
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Serba-serbi

Menapak Jejak Boedi Utomo, Menyalakan Api Kebangkitan Nasional

Semangat Kebangkitan Nasional tak boleh padam. Ia harus diwariskan kepada generasi muda: bahwa perjuangan tak berhenti di proklamasi. Ia terus berjalan di sekolah-sekolah, kampus-kampus, pabrik, sawah, dan ruang-ruang digital hari ini.

Nugroho P.
Last updated: Mei 20, 2025 1:34 pm
Nugroho P.
Mei 20, 2025
Share
5 Min Read
ilustrasi Kebangkitan Nasional
SHARE

NARAKITA,  JAKARTA – Di tengah riuhnya ibu kota yang terus berdetak tanpa henti, sebuah bangunan tua berdiri tenang di Jalan Dr. Abdul Rahman Saleh, Jakarta Pusat. Museum Kebangkitan Nasional—tempat saksi bisu lahirnya tonggak awal kesadaran kolektif bangsa Indonesia—kembali menjadi titik refleksi setiap tanggal 20 Mei.

Tahun ini, Hari Kebangkitan Nasional diperingati dalam suasana penuh harap. Tema “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat” menjadi pengingat bahwa semangat yang dahulu membakar dada para pemuda masih relevan di tengah tantangan zaman.

Lebih dari sekadar seremoni tahunan, Hari Kebangkitan Nasional adalah tentang mengenang titik balik: ketika rakyat dari berbagai penjuru mulai melihat diri mereka bukan sebagai orang Jawa, Batak, Minang, atau Bugis, melainkan sebagai satu bangsa—Indonesia.

Awal abad ke-20 menjadi masa penting ketika penderitaan rakyat bumiputra di bawah kolonialisme Belanda mencapai puncaknya. Pemerintah Hindia Belanda kala itu menjalankan sistem eksploitasi ekonomi yang menyengsarakan, ditambah politik liberal yang melanggengkan ketimpangan.

Sorotan terhadap ketidakadilan itu datang bahkan dari kalangan Belanda sendiri. Eduard Douwes Dekker, lewat novel terkenalnya Max Havelaar, menggugat nurani bangsa penjajah. Tulisannya menggambarkan perihnya kehidupan rakyat jajahan yang lama tak terdengar suaranya.

Respons dari Belanda datang dalam bentuk “Politik Etis”—sebuah kebijakan balas budi yang terdiri atas tiga program utama: irigasi, edukasi, dan transmigrasi. Meskipun belum merata, akses pendidikan mulai terbuka bagi sebagian kecil pribumi.

Dari sekolah-sekolah inilah, benih-benih kesadaran nasional mulai tumbuh. Kaum intelektual pribumi muncul membawa semangat perubahan. Di antara mereka adalah Dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter dari Surakarta yang mengimpikan pendidikan untuk semua anak bangsa.

Gagasan Wahidin tak berakhir di ruang wacana. Ia menyuarakannya di hadapan pelajar-pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di Batavia. Salah satu yang mendengar dengan penuh semangat adalah Soetomo, yang kelak menjadi pelopor berdirinya Boedi Utomo.

Tanggal 20 Mei 1908, lahirlah Boedi Utomo—organisasi modern pertama yang menjadi simbol kebangkitan kesadaran nasional. Organisasi ini tidak berpolitik, namun bergerak di bidang sosial, budaya, dan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan rakyat pribumi.

Dengan semboyan Indie Vooruit (Hindia Maju), Boedi Utomo menawarkan cita-cita kemajuan yang tak lagi dibatasi sekat etnis atau kedaerahan. Mereka ingin Hindia bangkit sebagai bangsa yang utuh dan berdaya.

Langkah Boedi Utomo ternyata menjadi pemantik. Setelahnya, muncul Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah, hingga Taman Siswa. Setiap organisasi hadir membawa semangat yang sama: membangun bangsa melalui pendidikan, kebudayaan, dan perlawanan terhadap kolonialisme.

Empat dekade kemudian, dalam suasana bangsa yang masih berjuang mempertahankan kemerdekaannya, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Ini menjadi cara untuk mengenang bagaimana kebangkitan bukan sekadar sejarah, tapi juga kekuatan moral.

Penetapan resmi sebagai hari nasional dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Sejak saat itu, setiap tahun bangsa ini mengingat kembali api yang dinyalakan para pelajar STOVIA dan intelektual masa lampau.

Namun, apa makna sebenarnya dari Hari Kebangkitan Nasional di masa kini?

Hari Kebangkitan Nasional adalah ajakan untuk menyadari bahwa persatuan bukan hadiah, melainkan perjuangan. Semangat gotong royong dan nasionalisme yang tumbuh sejak 1908 tetap dibutuhkan agar bangsa ini tak sekadar bertahan, tetapi terus tumbuh.

Bangsa ini pernah membuktikan kemampuannya untuk bangkit. Dari keterpurukan ekonomi, keterjajahan, hingga krisis politik dan sosial. Semua dilewati dengan kekuatan tekad, solidaritas, dan semangat kebangsaan.

Kini, di tengah globalisasi yang kerap mengguncang identitas, Hari Kebangkitan Nasional adalah kompas moral. Bahwa Indonesia bukan sekadar nama negara, tetapi kesadaran kolektif tentang pentingnya keadilan sosial, pendidikan merata, dan pembangunan yang inklusif.

Semangat itu tak boleh padam. Ia harus diwariskan kepada generasi muda: bahwa perjuangan tak berhenti di proklamasi. Ia terus berjalan di sekolah-sekolah, kampus-kampus, pabrik, sawah, dan ruang-ruang digital hari ini.

Museum Kebangkitan Nasional mungkin diam dan sepi. Namun di dalamnya, jejak langkah para pelopor masih bergema. Menyapa siapa saja yang bersedia mendengar, dan mengajak: mari bangkit bersama, wujudkan Indonesia yang kuat.

Share This Article
Email Copy Link Print

T R E N D I N G

EBT Bisa Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Global 21 Persen pada 2060, Ini Syaratnya
Juli 6, 2025
Google Dihukum Bayar Denda Rp 5 Triliun kepada Pengguna Android, Ini Kasusnya
Juli 6, 2025
Sekolah Rakyat di Jateng Dibuka, 1.075 Siswa Kurang Mampu Siap Terima Pendidikan Gratis
Juli 5, 2025
Jasad Notaris Perempuan Ditemukan di Sungai Citarum, Polisi Amankan Dua Terduga Pelaku
Juli 5, 2025
Kasus Penembakan Siswa SMKN 4, DPR Minta Publik Awasi Ketat Proses Hukum
Juli 5, 2025

Berita Terkait

Serba-serbi

Air Suci, Nasi 3G, dan Pesona Lereng yang Menggugah Rasa, Sepenggal Kisah dari Festival Gunung Slamet

Nugroho P.
Serba-serbi

Festival Gunung Slamet #8, Dari Bersih Desa hingga Perang Tomat, Purbalingga Tawarkan Perayaan 3 Hari Penuh Pesona

Nugroho P.
Serba-serbi

Pelat Nomor Bisa Ungkap Motor Dibeli Cash atau Kredit, Ini Caranya

Nugroho P.
Serba-serbi

Del Monte Ajukan Bangkrut Setelah 138 Tahun, Tertekan Utang dan Perubahan Selera Pasar

Nugroho P.
  • Home
  • Kantor dan Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat Penggunaan (Term of Use)
narakita.id
Facebook Twitter Youtube Rss Medium

Narakita merupakan media kolaboratif dengan tagline “New Hope for Everyone” yang membuka ruang untuk semua ide, semua koneksi dan semua masa depan.

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?