oleh: Redaksi
NAMA DEDI MULYADI langsung menguasai linimasa media massa dan nyaris tiap hari malang melintang di beranda-beranda platform sosial media setahun terakhir ini. Bahkan popularitasnya mampu melebihi Presiden Prabowo, Jokowi, dan tokoh nasional lainnya.
Jangankan tokoh-tokoh kepala daerah sekelas Bupati atau Walikota se-Indonesia, Gubernur Jateng Ahmad Lutfi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawangsa, dan Gubernur Jakarta Pramono Anung, Presiden Prabowo saja lebih kalah popular dari Dedi Mulyadi tuh.
Gaya kepemimpinan KDM nampak populis, humanis, efektif dan tanpa sekat. Gaya itu kemudian ia implementasikan dalam sikap dan system kerja yang tanpa tedeng aling-aling. Bersama tim kreatifnya, dia membentuk diri menjadi tokoh yang inspiratif bagi siapa saja. Misalnya beberapa hari terakhir di linimasa sosial media muncul Gubernur Jawa Barat itu sambil berjalan membuat video dengan narasi memerintahkan anak-anak kecil untuk nurut sama orangtuanya. Kalau tidak nurut, dia sebagai Gubernur akan datang ke rumah anak itu.
Video konten itu lalu disebar ke sosial media Dedi. Lalu para orang tua memperlihatkan atau mempertontonkan video tersebut ke anak-anak kecil seumuran balita. Kata mereka, video itu cukup membantu para orang tua dalam menasehati anak-anak kecil yang saat ini rata-rata sedari balita sudah diperbolehkan menonton smartphone.
Gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi di Jawa Barat memang sangat berbeda jika dibandingkan gaya kepemimpinan pejabat-pejabat lainnya. Gaya komunikasinya cenderung manusiawi. Dia memandang rakyat yang dipimpinnya memiliki derajat yang sama seperti dirinya. Bisa dibilang, gaya Dedi memimpin Jawa Barat itu inspiratif dan solutif, transparan tanpa sekat.
Jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan Gubernur Jabar sebelumnya, Ridwan Kamil, tentu berbeda jauh. Gaya kepemimpinan RK memang transformasional dan demokratis, namun cenderung elitis dan hanya dekat dengan anak-anak muda saja. Sehingga dalam kontek electoral, politik citra yang dilakukan Dedi Mulyadi lebih mengena dihati Masyarakat disbanding gubernur sebelumnya.
Jateng ‘Slengekan’ Tapi Serius
Lain halnya gaya kepemimpinan Gubernur Jateng Ahmad Lutfi. Memang jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan KDM, Gubernur Lutfi  bisa dibilang tidak ada apa-apanya. Namun ada kesan yang muncul di masyarakat, ‘Pak Jendral’ begitu ia akrab disapa, memiliki beban jika dibandingkan dengan gaya kepemimpinan Gubernur Jateng sebelumnya, Ganjar Pranowo. Jika melihat gaya kepemimpinan KDM saat ini, nyaris seperti melihat Ganjar Pranowo di Jawa Tengah di 2013-an.
Namun jika dilihat dari persona seorang Lutfi diawal-awal memimpin, dia terlihat ingin mempertontonkan gaya kepemimpinan yang ‘slengekan’ (banyak bergurau), namun serius dalam menghadapi persoalan. Sekedar contoh di awal-awal kepemimpinannya, dia membicarakan ke public soal status dirinya yang duda sehingga pimpinan PKK diserahkan ke istri Wagub Taj Yasin. Istilahnya dia membuly dirinya sendiri yang berstatus duda di depan public.
Dari sisi tampilan, Lutfi yang sering pakai peci, memperlihatkan gaya berpeci yang lucu ala pelawak Srimulat. Termasuk gaya pemakaiannya yang kadang miring, atau ketika sedang bergurau, peci itu ia lepas dan ditutupkan ke muka atau dimain-mainkan dengan cara lain.
Gaya ‘slengekan’ Lutfi ini tidak menghilangkan sosoknya yang purnawirawan jenderal polisi Bintang 3. Dia tetap tegas ketika berurusan dengan birokrasi pemerintahan. termasuk Ketika berhadapan dengan kepala desa se-Jawa Tengah yang beberapa kali dikumpulkan dalam rangka sosialisasi sejumlah kebijakan pemerintah. Seperti kebijakan Desa Anti Korupsi di GOR Jatidiri akhir April 2025, dan sosialisi Koperasi Desa Merah Putih di Taman Marina Kota Semarang 6 Mei 2025.
Jatim Hilang dari Peredaran
Lain halnya dengan Gubernur Jawa Timur, yang belakangan justru tidak terlalu banyak terlihat di public. Sampai-sampai, netizen yang tengil membuat meme yang narasinya ‘Dicari Gubernur Yang Hilang’. Khofifah pun dianggap hilang dari peredaran.
Mungkinkah Gubernur Khofifah di periode keduanya sebagai Gubernur Jatim bersama Emil Dardak ini sudah tidak punya keinginan untuk kembali naik karier politiknya seperti sebelum pilpres 2024 lalu yang memperlihatkan diri ingin maju dalam kontestasi cawapres? Atau setidaknya, kembali menduduki jabatan Menteri nantinya? Ataukah ada persoalanlain sehingga membuatnya harus bekerja senya tanpa hiruk pikuk di sosial media?
Bagaimana dengan Gubernur Jakarta Pramono Anung. Dalam kontek gaya kepemmpinan, Pram dan Dul terkesan tidak ingin fomo (fear of missing out), atau tidak takut tertinggal dengan Jabar dan Jatenga tau Gubernur lainnya di Indonesia dalam hal pembangunan politik citra. Pram tidak terlihat memiliki perasaan cemas dan atau takut kehilangan sesuatu yang menarik, yang sedang trend atau aktivitas sosial yang mungkin sedang dinikmati kepala daerah lainnya.
Misalnya kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor tahun 2025, yang mulanya dilakukan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, lalu disusul Gubernur Ahmad Lutfi di Jawa Tengah. Pemprov Daerah Khusus Jakarta yang dipimpin Pram, tidak lantas membuat kebijakan serupa. Justeru kini dia buat kebijakan baru yang membuat pejabat dan PNS Pemprov Jakarta harus berkeringat dan berpanas-panasan setiap Rabu lantaran kebijakan penggunaan transportasi umum bagi seluruh ASN Pemprov Jakarta. Jadi setiap Rabu, ASN Pemprov Jakarta jikalau tidak naik transportasi umum berangkat dan pulang ke kantornya, boleh menggunakan sepeda atau jalan kaki.
Dalam memimpin, Pramono Anung memang terlihat lebih adem dan cukup berpengalaman sebagaimana saat dia menduduki jabatan Menteri beberapa kali. Tidak menggebu-gebu, adem ayem, pelan tapi pasti.
Bagaimana menurut pembaca?