JAKARTA- Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo meminta kepada cabang olahraga yang masih mengalami dualisme kepengurusan segera islah. Sebab, konflik yang berlarut-larut menyebabkan program pembinaan mandek.
Hal tersebut disampaikan Menpora menanggapi masalah kepengurusan tiga cabang olahraga yaitu tenis meja, tinju, dan sepak takraw yang mengakibatkan program pembinaan dan kompetisi untuk para atlet tidak berjalan.
“Saya harap para individu-individu yang masih bersengketa, yang masih mengedepankan ego, ya semoga hatinya bisa terbuka dan terketuk,” kata Dito Ariotedjo dalam konferensi pers terkait seleksi nasional cabang olahraga tenis meja, tinju, dan sepak takraw di Jakarta, Kamis (8/5).
Ketiga cabang olahraga tersebut mengalami persoalan beragam seperti dualisme kepengurusan pada cabang tenis meja yang berlangsung lebih dari 10 tahun. Cabang tinju yang selama ini ditangani Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) belum lama ini dikeluarkan dari keanggotaan Komite Olimpiade Indonesia (KOI), serta cabang sepak takraw yang mengalami polemik terkait periode kepengurusan.
Menpora mengatakan, telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi. Aturan tersebut diharapkan menyudahi masalah federasi, termasuk dualisme kepengurusan induk cabang olahraga.
Bukan Intervensi
Ia mengatakan, aturan tersebut tidak dimaksudkan untuk melakukan intervensi terhadap cabang-cabang olahraga. Ia menginginkan agar ke depan, setiap orang yang mau menjadi ketua umum cabang olahraga harus berpikir bahwa mereka mengelola sumber daya manusia.
“Jadi tidak bisa tidak pakai hati dan pengorbanan yang besar. Bayangkan jadi ketum cabor tapi tidak bikin kejurnas, bagaimana kita mau membina olahraga,” katanya. Menpora mengatakan, pihaknya memiliki niat baik untuk membenahi federasi olahraga. Kemajuan federasi memiliki ukuran yang jelas yaitu terkait jumlah atlet, jumlah pelatih, dan prestasi yang dihasilkan.
Federasi olahraga, kata dia, bukan wadah organisasi untuk menyerap aspirasi seperti organisasi masyarakat maupun partai politik. Lebih lanjut, Menpora juga tidak menepis bahwa persoalan federasi tiga cabang olahraga itu menjadi kendala dalam pembinaan maupun kompetisi yang seharusnya dilakukan secara berkelanjutan.
Namun, dukungan dari komunitas atau pihak swasta juga selama ini membangun kompetisi-kompetisi di daerah membuktikan bahwa masih ada wadah-wadah untuk para atlet.
Ia menjelaskan, kementerian yang dipimpinnya juga telah mengambil sikap terhadap persoalan tersebut dengan menggelar seleksi nasional untuk tenis meja, tinju, dan sepak takraw untuk menyiapkan atlet ke SEA Games 2025, sebagai ajang multi cabang yang melibatkan partisipasi negara. “Kami tidak ingin (kepentingan) negara dikesampingkan karena ego individu,” katanya.
Dito menyampaikan, seleknas ini dilakukan secara terbuka. “Seleksi ini terbuka untuk siapapun atlet dari tiga cabor tersebut, yang pasti kami tidak melihat atlet yang ikut dari federasi mana dan versi siapa. Yang pasti atlet ini akan kita siapkan sebaik mungkin untuk SEA Games 2025 Thailand Desember mendatang,” ujarnya.
Pihaknya berharap seleknas ini bisa disebarkan ke komunitas, daerah dan insan olahraga Indonesia agar bisa menemukan atlet-atlet yang nanti bisa mengkibarkan prestasi Indonesia.
Untuk teknis penyelenggaraanya, Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Surono mengatakan, pelaksanaan seleknas nanti akan memanfaatkan jaringan mantan atlet, akademisi, atau pelatih yang bisa menemukan atlet terbaik.
“Untuk pendaftaran dan pelaksanaan seleknas akan digelar di GBK Arena Lantai 4, dan pertandingan cabor tersebut akan dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan sistem round robin yang semua atlet bisa bertemu,” kata Surono. (tebu)