NARAKITA, SEMARANG – Kongkalikong antara pengusaha dengan pejabat untuk mengondisikan proyek-proyek di Kota Semarang diduga sudah terjadi sejak lama sebelum Mbak Ita menjabat wali kota.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (5/5/2025), Jaksa KPK menunjukkan adanya notulen rapat pengurus Gapensi Kota Semarang tentang pilkada dan pengondisian proyek.
Dalam notulen rapat pada 26 Februari 2020, pengusaha yang tergabung dalam Gapensi sepakat mendukung pasangan Hendi-Mbak Ita dalam dalam Pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota (Pilwakot) Semarang 2021.
Pengurus Gapensi, Gatot Sunarto mengakui adanya keputusan rapat tersebut. Menurutnya, saat itu pengurus Gapensi dikerahkan untuk memenangkan Hendi-Ita.
“Bentuk dukungannya, semua anggota keluarga kita terutama diarahkan untuk memilih waktu pencoblosan,” bebernya.
Saksi Gatot sempat mengelak saat dicecar jaksa mengenai hubungan dukungan tersebut dengan bagi-bagi paket pekerjaan usai Hendi-Ita terpilih kembali untuk periode 2021-2025.
“Kalau feedback-nya tidak ada, karena Pak Hendi adalah mantan ketua kami,” dalih Gatot.
Padahal, dalam notulen rapat jelas tertera bahwa Gapensi akan menjembatani pembagian paket pekerjaan di Kota Semarang, terutama untuk pekeriaan di Disperkim, Dinas PU, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan.
Gatot pun tak bisa mengelak. Setidaknya sejak 2022, mayoritas pengurus Gapensi mendapat paket pekerjaan yang mekanismenya tidak perlu melalui lelang.
“Sejak 2022 sebagian besar pengurus dapat pekerjaan PL (penunjukan langsung),” aku Gatot.
“Jadi istilahnya Gapensi mengorganisir. Prinsipnya untuk pemerataan karena sebelumnya yang mengerjakan justru pengusaha luar kota,” imbuhnya.
Pengondisian proyek semakin massif. Gapensi kongkalikong dengan Mbak Ita dan Alwin Basri untuk memploting ratusan paket pekerjaan tanpa lelang di tingkat kelurahan dan kecamatan se-Semarang.
Berdasarkan dakwaan Jaksa KPK, Mbak Ita dan Alwin disebut menerima gratifikasi senilai Rp2 miliar dari hasil pengondisian proyek-proyek penunjukan langsung di Kota Semarang.
Selain itu, keduanya juga melakukan korupsi dengan modus lain. Jika ditotal, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp9 miliar. (*)